ADVERTISEMENT

Akhir dari Kontroversi Pembahruan KUHP, Pengamat Hukum: Tak Legalkan Perzinahan dan LGBT

Rabu, 7 Desember 2022 09:05 WIB

Share
Saiful Huda Ems, berdasarkan survey ingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahan Presiden Joko Widodo tembus hingga 95 persen dengan margin of error pada 2,8 persen.  (Foto/dokpribadi) 
Saiful Huda Ems, berdasarkan survey ingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahan Presiden Joko Widodo tembus hingga 95 persen dengan margin of error pada 2,8 persen.  (Foto/dokpribadi) 

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Lawyer dan Pengamat Politik  Saiful Huda Ems mengatakan, Bangsa Indonesia sudah sewajarnya patut bersyukur, karena telah berhasil melewati perdebatan panjang soal rencana pembaharuan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Dimana KUHP yang pada awalnya mendapat respon pro dan kontra dari tokoh-tokoh masyarakat, pada akhirnya telah disepakati bersama oleh DPR untuk menjadi Undang-Undang

"Dengan semangat pembaharuan Hukum Pidana dan sistem pemidanaan modern yang mengusung keadilan korektif, keadilan rehabilitatif dan keadilan restoratif, yang menurut team sosialisasi RKUHP ini sebagai respon terhadap asas legalitas yang diterapkan secara kaku.  RKUHP yang telah disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang ini, telah menjadi jalan tengah dan terobosan baru untuk merajut Kebhinekaan Indonesia yang multi agama, multi etnis dan multi kultural," kata Saiful Huda Ems, Rabu (7/12/2022).

Saiful Huda Ems menyebut, ada yang menarik dari RKUHP yang sudah disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang ini, yakni yang pada awalnya RKUHP ini dianggap akan melegalkan Perzinahan dan LGBT, pada kenyataannya tidaklah 100 % demikian. 

"Perzinahan dan LGBT tetaplah bisa dianggap sebagai tindak pidana, selama perbuatan itu telah memenuhi unsur-unsur tertentu, yang di antaranya adalah adanya unsur pemaksaan, unsur kekerasan, unsur publikasi (misal dilakukan secara terbuka atau di muka umum) dll. Sanksi Pidana juga tidak bisa dihukum sampai 15 tahun seperti banyak hoax yang berseliweran di medsos selama ini," ujarnya.

Perzinahan tergolong sebagai delik aduan,  lanjutnya, dimana pelaku baru dapat diproses hukum apabila ada aduan dari pihak yang dirugikan, seperti suami/istri bagi yang terikat perkawinan atau orang tua/anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Dan aduan atau pelaporan ini bisa ditarik kembali sebelum proses perkara di pengadilan belum dimulai. 

"Ini artinya bahwa tidak sembarang orang, misalnya Hansip, Satpam, Office Boy atau para pegawai hotel, pegawai desa/kelurahan bisa sembarangan melaporkan orang yang melakukan perzinahan. Pelaku perzinahan dihukum penjara paling lama 1 tahun atau dikenai hukuman pidana denda kategori II. (Pasal 411 ayat (1) RKUHP)," ucapnya.

Sedangkan untuk perbuatan yang tergolong LGBT, menurut pandangan saya dapat dimasukkan dalam Pasal Percabulan yang berpatokan pada UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Di pasal ini, meskipun tidak disebut LGBT secara tegas, namun unsur-unsur yang sama dengan perbuatan yang berkategori LGBT ini masuknya di ranah privat.

Dimana selama tidak ada unsur kejahatan pemaksaan, kekerasan atau ancaman kekerasan dan dilakukan di muka umum atau dipublikasikan, maka pelakunya tidak bisa dipidana. Namun jika percabulan ini dilakukan dengan pemaksaan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipublikasikan dan lain-lainl. Ini bisa dipidana penjara maksimal 9 tahun. Jadi perkawinan sesama jenis yang biasa dilakukan oleh Kaum Gay maupun Lesbian di negara-negara luar, tidaklah mungkin dapat disahkan di negeri yang menganut Demokrasi Pancasila ini. 

"Di dalam RKUHP yang baru akan di berlakukan tiga tahun kemudian setelah disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang ini, menurut team sosialisasinya, telah mengatur pembaruan hukum, antara lain alternatif sanksi pidana selain penjara yaitu pidana denda, kerja sosial dan pengawasan, kemudian tujuan dan pedoman pemidanaan, pergeseran paradigma dalam pidana dan pemidanaan untuk penjatuhan sanksi pidana yang lebih humanis dan bermartabat, serta pemaafan (pengampunan) oleh hakim (judicial pardon)," ujarnya.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Rizal Siregar
Editor: Tri Haryanti
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT