Tragedi Kanjuruhan, Pengamat: Ada Sejumlah Hal Guna Hadirkan Pertandingan Yang Sejuk

Jumat 14 Okt 2022, 19:00 WIB
Mohamad Kusnaeni

Mohamad Kusnaeni

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Musibah yang terjadi di Kanjuruhan Malang membuat Indonesia berduka.

Peristiwa serupa akan terus terjadi kalau tidak ada upaya dan tekad untuk mencegahnya terulang.

Namun kerusuhan yang mengiringi pertandingan sepak bola bukanlah budaya Indonesia. Hal ini berdasar pengamatan Mohamad Kusnaeni.

“Dalam kasus Malang yang terjadi adalah ketidakmampuan panitia pelaksana pertandingan mengelola pertandingan dengan proper,” ucap pengamat sepak bola tersebut seperti dikutip dari VOA pada Kamis (13/10/2022).

Pembawa acara sepak bola di televisi ini mencermati musibah Kanjuruhan.

Dia menyebutkan banyak pekerjaan rumah yang muncul yang selama ini dibiarkan atau tidak diperhatikan.

Padahal semua pekerjaan rumah harus sudah terselesaikan ketika kompetisi berjalan sambal menunjuk sarana dan prasarana pendukung di stadion yang menurutnya harus dikaji ulang.

“Soal masuk dan keluar penonton, soal single seat, strategi kalau terjadi situasi. Semua harus betul-betul dicermati pihak operator kompetisi ketika menyatakan sebuah stadion layak menggelar pertandingan liga satu,” imbuh Mohamad Kusnaeni.

Stadion pertandingan harus siap menghadapi chaos berdasarkan standar FIFA. Baik itu kerusuhan di lapangan, gempa, kebakaran, atau musibah lain yang tidak mustahil terjadi. Dalam situasi seperti itu berapapun jumlahnya, penonton harus bisa keluar dari stadion dalam waktu setengah jam, paling lambat satu jam.

Mohamad Kusnaeni berpendapat ada sejumlah hal yang bisa dilakukan demi menghadirkan pertandingan yang sejuk.

Dari sisi pengelolaan pertandingan, dibutuhkan manajemen yang lebih serius. Dalam setiap pertandingan harus ada petugas yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan semua yang terlibat pertandingan. Orang yang disebut security officer itu harus berlisensi. Tidak asal tunjuk.

“Di Indonesia safety officer sepertinya  tidak ada. Klub-klub itu rata-rata tidak punya safety officer yang bersertifikat,” keluhnya.

Sementara penonton perlu literasi supporter.

“Jadi penonton harus dididik melalui literasi bahwa mereka itu ketika menjadi supporter adalah bagian yang memperkuat klub. Memberi dukungan pada saat menang maupun saat kalah. Fokus ke tim sendiri bukan ke tim lawan. Ini yang sering terbalik. Suporter tidak fokus timnya sendiri malah sibuk mengintimidasi tim lawan. Dia lupa ketika melakukan tindakan anarkis maka yang rugi klubnya sendiri yang pada akhirnya dihukum,” terang Mohamad Kusnaeni.

Literasi supporter perlu diambil negara. Harus ada pendidikan dengan menanamkan kesadaran bahwa kalau kita mencintai sesuatu, kita harus bertanggung jawab dan dan sedapat mungkin tidak merugikan tim yang kita cintai.

Dia juga menyebutkan soal penegakan hukum. Kalau penonton membuat kericuhan maka harus dihukum. Tidak cukup dengan dikumpulkan, dijemur, atau disuruh push up yang menurutnya tidak menimbulkan efek jera. ***

Berita Terkait

Cuaca Ekstrem, BNPB Imbau Kewaspadaan

Minggu 16 Okt 2022, 14:00 WIB
undefined

News Update