ADVERTISEMENT

Jebakan Politik

Senin, 19 September 2022 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JEBAKAN politik membangun kartel sulit dihindari. Itu dinamika politik jelang pemilu yang perlu diantisipasi. Tetapi hendaknya tetap berpolitik secara elegan, tidak saling menjebak dan menjatuhkan.” -Harmoko-
 
Jika dikatakan politik itu penuh jebakan dan tipu daya, tidaklah salah, namun tidak sepenuhnya benar. Tetapi bahwa dalam menjalankan praktik politik terdapat manuver sebagai strategi mencapai tujuan adalah benar adanya. Tanpa manuver, tak ada tindakan segera bagaimana memperjuangkan hak-hak politik rakyat.

Manuver politik yang dibangun hendaknya pula memperjuangkan aspirasi rakyat mewujudkan impiannya, yakni keadilan dan kemakmuran sebagaimana cita – cita negeri sejak didirikan.

Yang patut dipertanyakan kemudian, haruskah setiap manuver yang dilakukan menggunakan tipu daya? Jawabnya tidak harus, tetapi bukan menjadi masalah kalau aktor politik menerapkannya. Lebih – lebih peluang telah dibuka lebar agar para elite perlu berpikir ala Abu Nawas dan si Kancil.

Pesan kepala negara ini lebih ditekankan kepada para elite di bidang ekonomi, pelaku usaha, para ekonom dalam upaya mengatasi masalah ekonomi, di tengah gejolak dunia yang penuh ketidakpastian – sebut saja sedang tidak normal. 

Namun, masalah ekonomi tak bisa lepas dari soal - soal politik kebangsaan. Di negara manapun, kemajuan ekonomi dapat berjalan maksimal, jika ditopang dengan stabilitas politik dan keamanan.

Tentu, stabilitas politik dapat tercipta dengan baik, manakala manuver yang dilancarkan oleh politisi tetap mengedepankan etika dan moral, bukan malah merusak tatanan demokrasi itu sendiri.

ita sudah berkomitmen Demokrasi Pancasila menjadi rujukannya, berarti nilai – nilai luhur jati diri bangsa yang mestinya dikedepankan, bukan liberalisme ataupun isme – isme yang lainnya, kecuali Pancasilaisme dengan 36 butir pengamalannya.

Demokrasi Pancasila mengajarkan politik yang santun, saling menghargai dan menghormati, tidak semena- mena, tidak memaksakan kehendak hak dan politiknya, berani membela kebenaran dan keadilan serta mampu bersikap adil.

Mengutamakan kepentingan bangsa dan masyarakat di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.

Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dan, masih banyak lagi butir yang lain, ini hanya sebagian yang yang wajib diterapkan oleh politikus dan elite dari parpol manapun. Lebih-lebih yang sedang berada di lingkup kekuasaan eksekutif dan legislatif.

Kita tentu sepakat kartel politik yang cenderung menguatkan kemapanan kelompoknya, koalisinya di pemerintahan maupun parlemen perlu dicegah merambah ke segala sektor kehidupan.

Apalagi jika untuk mencapainya, sering kali diwarnai dengan beragam jebakan politik yang bisa berdampak semakin menjauhkan nilai – nilai moral bangsa sebagaimana telah disebutkan tadi.

Menggiring opini perlunya presiden tiga periode ataupun  memperpanjang masa jabatan presiden, bagian yang patut disikapi secara bijak. Begitupun terseretnya pihak – pihak penyelenggara pemerintahan dalam politik praktis, hendaknya diakhiri.

Publik masih ingat, bagaimana manuver terjadi ketika Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) mendeklarasikan dukungan kepemimpinan tiga periode. Saya tidak mengatakan bahwa para kepala desa ditarik atau masuk dalam jebakan politik praktis, tetapi manuver tersebut jelas tidak selaras dengan mandat masyarakat desa yang tidak pernah memberikan kewenangan kepada kepala desanya terlibat dalam transaksional politik praktis.

Itu dulu, sudah layu dan berlalu. Ke depan adalah menatap lebih baik lagi. Jangan ada lagi pihak penyelenggara pemerintahan, mulai dari kepala desa hingga menteri terseret dalam politik praktis atau ditarik dalam jebakan politik praktis membangun kemapanan kekuasaan.

Boleh jadi, kenyamanan kekuasaan parpol dan koleganya yang semakin besar ketergantungan kepada negara, menjadikan kurang peka terhadap aspirasi.

Terbangunnya koalisi partai pendukung pemerintah yang sangat gemuk, jika itu terwujud, akan memandulkan kontrol sosial. Sementara kontrol terhadap pemerintah sangat diperlukan, di negara dengan sistem demokrasi yang mengharuskan mekanisme check and balance, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Jebakan politik membangun kartel politik sulit dihindari. Itu dinamika politik jelang pemilu yang perlu diantisipasi. Meski begitu, hendaknya tetap berpolitik secara elegan, tidak saling menjebak, mengkhianati dan menjatuhkan.

Pitutur luhur mengajarkan, “Lamun sira pinter, ojo minteri” – jangan sampai kepandaian yang dimiliki untuk menipu daya, apalagi menjebak rakyat demi kepuasan diri sendiri. (Azisoko)

ADVERTISEMENT

Berita Terkait

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT