ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Menanggalkan Ego Sektoral

Kamis, 25 Agustus 2022 07:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Jikasudahmenyangkutkepentinganbangsadannegara,makaegopribadi,kelompokdansektoralsertadanego-egoyanglainharusmeleburmenjadiegoyanglebihbesarlagi,yakniegonasional,-Harmoko-

ERA kini, kian menyaksikan keberagaman masih menjadi embrio pemicu terjadinya konflik, permusuhan, dan kebencian satu sama lain. Meski konflik tidak semata berlatar belakang perbedaan, tetapi dapat menghambat terciptanya kebersamaan sebagai penguat tali persatuan dan kesatuan.

Kolaborasi sebagai upaya membangun kebersamaan, kadang hanya tegas dan tuntas di atas kertas, tetapi kandas dalam pelaksanaan. Kuat di level atas (pengambil kebijakan), lemah di bawah.

Ini terjadi karena belum sepenuhnya legowo menanggalkan ego pribadi dan kelompok. Masih terjebak dengan ego sektoral yang terpecah dalam pembagian kekuasaan baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Kita tahu, pembagian kekuasaan diwujudkan dengan hadirnya kementerian/lembaga yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan dengan tugas dan wewenang yang berbeda.

Tak sedikit memiliki kemiripan, yang tak jarang pada akhirnya memunculkan ego sektoral, jika dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi dalam program pembangunan. Sebut saja pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, perizinan industri, pertambangan dan investasi, yang tak jarang terkendala ego sektoral.

Ego pribadi, kelompok dan sektoral sepertinya kian meluas, tak hanya di bidang pembangunan ekonomi, industri dan perdagangan, juga di bidang politik dan penegakan hukum.  Menutup informasi dan komunikasi, tanpa transparansi dengan alasan menjadi tugas dan kewenangan institusinya, akan menimbulkan rasa saling curiga dan menurunkan kepercayaan.

Ketertutupan informasi akan memantik ego sektoral kian menjadi mengingat ego sektoral mencuat akibat adanya kepentingan terhadap sesuatu yang melibatkan kelompok tertentu. Sering kali ego muncul setelah kelompok tertentu mengalami tekanan atau mencari keuntungan demi kelompoknya. Semakin mengkristal jika mendapat dukungan kekuasaan.

Jika sudah demikian, pembangunan menjadi terhambat, tumpang tindih kebijakan, saling menyalahkan yang berujung kepada terganggunya pelayanan publik. Rakyat juga yang menerima dampak buruknya.

Mestinya jika sudah menyangkut kepentingan bangsa dan negara, semua bentuk ego harus disingkirkan, kemudian melebur menjadi ego yang lebih besar lagi, yakni ego nasional dengan komitmennya mewujudkan masyarakat adil makmur.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT