Oleh: Kang Tatang, Wartawan Poskota
KASUS pembunuhan Brigadir Yoshua yang diotaki seorang jenderal yakni Irjen Ferdy Sambo membuat masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke terperangah. Tentu saja, ini semua terjadi setelah Bharada E berubah pikiran untuk membuka kejadian sebenarnya. Jika Bharada E tidak tergerak hatinya, bisa ditebak kemungkinan besar kasus keji, kejam bahkan super kejam ini tak akan terungkap dan tenggelam begitu saja.
Tuhan ternyata tidak tidur. Upaya "penyelimutan" kasus pembunuhan super keji yang dilakukan seorang jenderal ini akhirnya menjadi terbuka. Presiden pun geram sehingga dia meminta dengan tegas bahkan berulang-ulang untuk ungkap yang sebenarnya, jangan ada yang ditutup-tutupi.
Ada puluhan polisi yang kemudian dikandangkan lantaran diduga terlibat dalam menghalang-halangi pemeriksaan yang dilakukan tim khusus. Tim bentukan Kapolri tersebut sempat mengalami hambatan dalam mengungkap kasus yang membelit institusi kepolisian ini.
Sudah terasa bahwa dampak dari kasus "mega besar" ini langsung berpengaruh kepada institusi kepolisian. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap instansi yang didirikan untuk melayani masyarakat tersebut dengan sendirinya turun.
Ribuan bahkan puluhan ribu polisi yang memiliki ahlak baik dan berkomitmen tinggi untuk menjadikan instansinya sebagai dambaan rakyat, dipastikan geram, kecewa dan marah.
Oleh karena itu, mereka sepakat kalau peristiwa Sambo ini dijadikan pintu masuk atau momentum untuk bersih-bersih di tubuh Polri. Sejalan dengan itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun berkomitmen untuk "membersihkan" instansi yang dipimpinnya ini kembali menjadi instansi yang dipercaya rakyat. Tentu saja, apa yang disampaikan Kapolri ini benar-benar sangat membesarkan hati kita.
Trust atau kepercayaan adalah salah satu kunci sukses yang harus diperjuangkan para anggota polisi. Polri harus berperan meraih kepercayaan masyarakat sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta mencegah dan memberantas berbagai jenis kejahatan.
Seperti diketahui, sejak tahun 2000, Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri berada di bawah Presiden. Hampir setiap tahun pimpinan polri mengumumkan jumlah polisi nakal yang diberi sanksi berupa administrasi sampai sanksi terberat berupa pemecatan.
Memecat anggota Polri yang bermasalah sudah menjadi kewajiban pimpinan Polri. Namun, pertanyaannya mengapa citra Polri cenderung tak berubah? Malah kasus yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo ini justeru membuat miris masyarakat.
Bisa dibayangkan, seorang jenderal yang nota bene memiliki pemikiran, daya nalar, dan hati yang sudah teruji, justeru melakukan tindakan keji? Pertanyaan ini sempat muncul dalam dengar pendapat anggota komisi 3 DPR RI kepada Kapolri pada Rabu (24/8).