Persidangan kasus dugaan suap auditor BPK Jawa Barat yang diduga melibatkan Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin. (foto: ist)

NEWS

Saksi KPK Justru Bela Bupati Ade Yasin, Pertemuan dengan Auditor BPK Bukan untuk Pengkondisian

Senin 29 Agu 2022, 18:13 WIB

BANDUNG, POSKOTA.CO.ID - Fakta-fakta menarik terus terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap auditor BPK Jawa Barat (Jabar) yang diduga melibatkan Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin. 

Saksi ahli KPK, Wiryawan Chandra menyatakan pertemuan auditor BPK Jabar dengan Bupati Bogor merupakan hal wajar untuk memperlancar pemeriksaan. 

Pertemuan ini sebelumnya dinilai Jaksa KPK sebagai pelanggaran untuk mengkondisikan hasil audit terhadap LKPD Pemkab Bogor agar opininya wajar tanpa pengecualian (WTP).

Pernyataan Wiryawan ini di luar perkiraan sebelumnya. Dirinya dihadirkan sebagai saksi ahli jaksa KPK dan merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dirinya dihadirkan secara online sebagai saksi  sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin 29 Agustus 2022.

Saat dimintai pendapat seputar pertemuan pihak BPK Jabar dengan Pemkab Bogor saat dilakukan pemeriksaan lapangan, Jaksa Tony Frenky Pangaribuan menilai pertemuan tersebut tidak etis dan menyalahi kode etik auditor BPK. 

Namun Wiryawan menilai pertemuan tersebut tidak ada masalah. Pertemuan tersebut justru dibolehkan sebagai pintu untuk memperbaiki laporan keuangan pemerintah.

"Ruang-ruang pertemuan itu memang disediakan untuk perbaikan. Mempersilahkan kepala daerah untuk melakukan perbaikan-perbaikan," ujarnya saat hadir secara daring dalam sidang yang dipimpin Ketua Hakim Hera Kartiningsih.

Pasalnya, BPK memberi peluang kepada institusi yang diperiksa untuk memperbaiki laporan keuangan jika terdapat temuan-temuan di lapangan oleh auditor BPK.

"Prinsipnya harus mengefektifkan pelaksanaan Undang-Undang. Kalau pertemuan-pertemuan tadi ini harus dalam rangka mengefektifkan hasil-hasil dari auditor tadi," terang Wiryawan.

Sementara, saksi ahli yang dihadirkan terdakwa Ade Yasin, Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendagri Arsan Latif menyebutkan bahwa perbaikan laporan keuangan merupakan kewajiban bagi institusi pemerintah setelah melalui proses pemeriksaan oleh BPK RI.

"Jika kepala daerah tidak memperbaiki kewajibannya (temuan BPK), ini malah menjadi pertanyaan," kata Arsan.

Selain itu Arsan juga menolak mengaitkan motif suap sebagai upaya memperoleh opini WTP sehingga mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID). Opini WTP dan dana DID merupakan dua hal yang berbeda. Opini WTP akan dicapai diserahkan jika melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana dan dilaporkan secara baik. 

Sementara dana DID merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang diperoleh daerah sebagai kepatuhan melaksanakan tugas tugasnya.

"Setau saya WTP itu bagian kecil saja untuk mendapatkan DID ini," ujarnya.

Sidang yang dipimpin oleh ketua hakim Hera Kartiningsih ini sebelumnya sudah menghadirkan 39 saksi dari Jaksa KPK, dengan empat terdakwa, yakni Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat.

Pada sidang sebelumnya, auditor BPK Anthon Merdiansyah saat menjadi saksi Jaksa KPK membantah adanya pengkondisian opini WTP dengan Ade Yasin.

Anton mengaku kepada majelis hakim bahwa sempat bertemu dengan Ade Yasin pada Oktober 2021, tapi bukan dalam rangka pengkondisian WTP.

Pasalnya, meski menjabat sebagai penanggung jawab, Anthon tidak memiliki kewenangan dalam mengondisikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD).

"Tidak punya kewenangan. (Semua pemeriksa) tidak," kata Anthon kepada majelis hakim. (*)

Tags:
ade yasinsuapBPKwtpKPK

Administrator

Reporter

Administrator

Editor