ADVERTISEMENT

Kuasa Hukum Ade Yasin Yakin Hakim Objektif Tanggapi Tuntutan KPK

Senin, 12 September 2022 16:16 WIB

Share
Sidang Dugaan Korupsi Nonaktif Bupati Bogor, Ade Yasin di PN Bandung. (Foto: Billy)
Sidang Dugaan Korupsi Nonaktif Bupati Bogor, Ade Yasin di PN Bandung. (Foto: Billy)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

BANDUNG, POSKOTA.CO.ID - Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butarbutar meyakini majelis hakim yang dipimpin oleh Hera Kartiningsih akan objektif dalam menanggapi tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami tim kuasa hukum yakin majelis hakim objektif dalam perkara ini, karena tuntutan yang disampaikan oleh jaksa sudah dibantah semua oleh saksi-saksi yang dihadirkan oleh KPK sendiri," ungkap Dinalara usai sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin.

Ia menganggap tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa tidak terbukti melibatkan kliennya. Pasalnya, tak ada satupun saksi membenarkan bahwa pemberian uang oleh terdakwa lain yang merupakan pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor kepada auditor BPK atas perintah dari Ade Yasin.

"Ternyata kan yang terungkap adalah kepentingan-kepentingan si pemberi yang merasa ketakutan ada temuan. Apakah perbuatan-perbuatan si pemberi ini harus Bu Ade Yasin yang mempertanggungjawabkan?" kata Dinalara.

 

Dosen Fakultas Hukum di Universitas Pakuan itu menyebutkan bahwa tuntutan Jaksa KPK mengenai adanya pengondisian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) agar mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pun sudah dibantah oleh saksi-saksi.

"Maka perlu digali apa motif pemberian uang tersebut. Kalau motifnya adalah WTP, semua saksi mengatakan tidak mengerti sama sekali WTP tersebut," tuturnya.

Menurutnya mengenai bentuk tanggung jawab bupati atas kesalahan anak buah sudah selesai dengan peralihan kewenangan sepeti diatur dalam Peraturan Peraturan (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan daerah.

Dinalara juga menegaskan bahwa dari keterangan 41 saksi yang dihadirkan oleh KPK dapat disimpulkan bahwa pemberian uang yang yang terjadi pada perkara itu bukan merupakan tindakan suap, karena tidak terjadi kesepakatan di awal antara dua pihak.

"Kalau kita masuk pada teori hukum, suap itu terjadi apabila dari awal sudah ada kesepakatan antara pemberi dan penerima. Pertanyaannya siapa yang bersepakat dengan BPK? Bahkan dengan (terdakwa) Ihsan saja dia tidak bersepakat. Bahkan dengan penyedia jasa saja dia tidak bersepakat. Karena faktanya adalah mereka (pegawai Pemkab dan penyedia jasa) spontanitas diminta pada saat dia (BPK) melakukan pemeriksaan," papar Dinalara.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Deny Zainuddin
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT