Ingin Ada Ruang Dialog Ukraina dan Rusia, Presiden Jokowi: Saya Lihat di Lapangan Sulit

Rabu 24 Agu 2022, 19:00 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Joko Widodo.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Joko Widodo.

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Mempertemukan dua pemimpin negara yang tengah berseteru merupakan hal yang sulit.

Presiden Joko Widodo mengakui sulit baginya untuk bisa mempertemukan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin duduk dalam satu meja untuk membicarakan solusi dari konflik yang kini tengah melanda.

Jokowi pada akhir Juni lalu mengunjungi Ukraina dan Rusia.

Dia berharap bisa membuka jalan untuk terciptanya perdamaian di antara kedua negara yang sedang bertikai.

“Saat saya ke Ukraina ketemu Presiden Zelenskyy selama 1,5 jam. Kemudian ke Rusia berbicara dengan Presiden Putin 2,5 jam. Saya sebetulnya ingin agar ada ruang dialog,” ungkap Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Jakarta pada Selasa (23/8/2022) seperti dikutip dari VOA.

Dia melanjutkan,”Tetapi saya lihat di lapangan sulit untuk mempertemukan dalam sebuah ruang dialog antara Presiden Putin dan Presiden Zelenskyy.”

Dia melihat respons dari kedua pemimpin yang tampak menolak untuk dipertemukan dalam satu forum.

Kemudian Jokowi mengungkapkan dia lalu membelokkan topik pembicaraan dengan kedua pemimpin tersebut ke arah krisis pangan.

Dia menyampaikan pada Volodymyr Zelenskyy dan Vladimir Putin bahwa dampak yang dihasilkan dari perang yang tengah berkecamuk tersebut telah terasa di mana rantai pasokan global kini terganggu sehingga kondisi krisis pangan yang telah terjadi menjadi memburuk.

Dalam pembicaraan tersebut, Jokowi mengatakan bahwa Presiden Zelenskyy menyatakan terdapat sekitar 77 juta ton stok gandum yang tersimpan di negaranya. Kemudian, Presiden Putin menyampaikan stok gandum yang tersedia di Rusia mencapai 130 juta ton.

“Artinya total dua negara itu sudah 207 juta. Kita ini makan beras hanya 31 juta ton per tahun. Ini 207 juta ton tidak bisa keluar. Bapak Ibu bayangkan negara-negara yang mengimpor dari sana terutama Afrika betul-betul saat ini berada pada kondisi yang sangat sulit,” tambahnya.

Perang yang tidak berkesudahan telah membuat indeks harga pangan semakin berada pada level yang tidak baik.

Dia mencontohkan krisis pangan pada 2008 menjadikan indeks harga pangan di kisaran 131,2 poin. Kemudian krisis pangan di tahun 2012 menjadikan indeks harga pangan berada di 132,4 poin. Lalu pada saat ini nilainya semakin telah anjlok menjadi 140,9 poin.

“Mengerikan. Awal dulu hanya enam negara yang membatasi ekspor pangannya. Sekarang 23 negara. Semuanya menyelamatkan negaranya masing-masing. Ya semestinya memang seperti itu,” tuturnya.

Jokowi mengaku bersyukur pada saat dunia diliputi krisis pangan justru Indonesia mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) yang menyatakan bahwa sistem ketahanan pangan nasional cenderung baik.

Selain itu Indonesia dinilai sudah mencapai status swasembada beras sejak 2019.

“Saat negara lain kekurangan pangan, kita justru dinyatakan sudah swasembada beras dan sistem ketahanan pangan kita baik. Hal-hal seperti ini yang membuat kita harus waspada. Kita harus hati-hati tetapi jangan memunculkan sebuah pesimisme. Tetap harus optimis. Karena setiap kesulitan pasti ada peluang di situ,” tegas Jokowi. ***

Berita Terkait
News Update