JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga menjelaskan industri minyak kelapa sawit akan menjadi bagian penting dan kedaulatan ekonomi Indonesia sebagai sumber bahan bakar terbarukan (biodiesel).
Menurutnya, tak banyak komoditas lain di Indonesia yang memiliki kontribusi yang begitu besar, inklusif, dan luas seperti sawit.
"Saat ini, sawit merupakan komoditas strategis indonesia yang memiliki peranan penting dari seluruh minyak nobat yang ada di dunia. Sawit digunakan sebagai bahan dasar pada industri makanan, minyak goreng, kosmetik, aduk kecantikan dan perawatan pribadi produk rumah tangga, serta bahan bakar terbarukan," kata Wamendag Jerry, dalam keterangannya, Sabtu (23/7/2022).
Jerry juga menerangkan, berdasarkan dari perspektif global, menurut Food and Agriculture Organization (FAO), permintaan akan minyak nabati akan terus meningkat mencapai 308 juta ton pada 2050 Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan populasi dunia yang diprediksi akan mencapai 9,5 miliar pada 2050.
Kata Jerry, dengan menigkatnya permintaan, maka produksi minyak nabati akan ikut meningkat.
Sehingga terjadi peningkatan ekspansi lahan perkebunan baru.
"Hal ini dimungkinkan karena produktivitas sawit yang tinggi yaitu empot ton per hektar, lebih tinggi empat sampai sepuluh lipat dibandingkan produksi kedelai, bunga matahari dan rapeseed. Sehingga mengonsumsi minyak sawit membantu meminimalisir ekspansi pembukaan lahan perkebunan," ujarnya.
Sementara itu, Jerry berujar, pada tahun 2021, total produksi minyak sawit global sebesar 75,5 juta ton dengan tren yang naik dari tahun ke tahun.
Indonesia adalah negara produsen minyak kelapa sawit terbesar dengan pangsa produk sebesar 60 persen. Sepanjang 2021, produksi Indonesia adalah 45.5 juta ton dan Malaysia sebesar 18,7 juta ton.
Bersama Malaysia, Indonesia menyuplai 87 persen dari produksi minyak sawit global, sekaligus merupakan eksportir terbesar di pasar dunia.
Hiirisasi komoditas unggulan, seperti turunan produk rude palm of (CPO), berhasil mendorong performa ekspor Indonesia.
Hal tersebut tercermin dari ekspor komoditas lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) yang sepanjang 2021 mencapai USD 32,83 millar atau meningkat sebesar 58,48 persen (YoY).
"Kemendag terus mendorong hirisasi produk primer menjadi ekspor berorientasi produk olahan atau turunan, Hal ini sudah terjadi khususnya pada sektor minyak sawit. Selama kurun waktu dua thun terakhir di masa pandemi, struktur volume ekspor CPO didominasi oleh olahan CPO, dengan kontribusi pada 2021 mencapai 75 persen dari total ekspor minyak sawit Indonesia," terang Womendag
Di samping itu, pada tahun 2021, volume ekspor olahan CPO naik 13 persen, aleckimia naik 0,7 persen, dan biodiesel naik 0,4 persen, sementara volume ekspor produk hulu seperti CPO turun 13,1 persen (YOY). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memberi perhatian lebih terhadap hirisasi produk turunan sawit.
Wamenda juga menjelaskan di balik besarnya manfaat indiatel kelapa sawit, komoditas mengalami tantangan dan hambatan baik di dalam maupun luar negeri.
Menurutnya, tantangan terbesar bagi industri kelapa sawit di dalam negeri adalah bagaimana para pelaku industri bisa menerapkan teknik dan prosedur industri yang berkelanjutan. Namun, di lain pihak, pasar internasional kerap menuding dengan kampanye negatif bahwa industri kelapa sawit di indonesia merusak lingkungan.
"Pemerintah Indonesia terus mendorong para pelaku industri untuk patuh pada prinsip keberlanjutan yang ramah lingkungan termasuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi petani dan masyarakat sekitar perkebunan," pungkasnya. (nitis)