Foto : Ilustrasi Mafia Tanah. (Poskota/Arif)

Kriminal

Polda Metro Jaya Ungkap 4 Modus Operandi Kasus Mafia Tanah

Selasa 19 Jul 2022, 15:38 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ditreskrimum Polda Metro Jaya, mengungkap kasus sindikat mafia tanah yang melibatkan sejumlah pejabat kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah merugikan banyak pihak.

Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Hariyadi mengatakan, dalam pengungkapan kasus tersebut, pihaknya berhasil menemukan sebanyak 5 modus operandi, yang 4 di antaranya merupakan modus operandi terbaru yang digunakan para sindikat mafia tanah tersebut dalam menjalankan aksinya.

Adapun modus operandi terbaru yang pertama, jelas dia, dilakukan dengan cara salah satu pelaku berperan untuk mencari lahan tanah yang cocok untuk dijadikan target.

Hengki berucap, dalam menentukan target ini para tersangka biasanya mencari lahan-lahan kosong yang seakan-akan tidak ada pemiliknya.

"Setelah target ditentukan, kemudian para tersangka ini mencari informasi terkait status dan ham atas bidang tanah tersenut ke kantor BPN melalui oknum yang juga bagian dari kelompok mafia ini," kata Hengki dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Senin (18/7/2022).

Menurutnya, informasi yang didapat dari oknum pegawai BPN ini tentunya sangat penting karena akan menjadi dasar dalam menentukan langkah dan strategi selanjutnya dari kelompok mafia tanah ini untuk dapat menguasai, dan mendulang uang dari hasil praktik kriminalnya.

"Apabila tanah tersebut telah bersertifikat atas nama korban, maka para tersangka akan menyiapkan berbagai dokumen palsu seperti AJB palsu, surat Girik palsu, surat PM-1 palsu, dan sebagainya yang pembuatannya pun dibantu oleh oknum ASN Kelurahan yang menjadi bagian dari kelompok mafia tanah ini," papar dia.

"Kemudian dokumen-dokumen tersebut dijadikan dasar kepemilikan oleh para tersangka, yang selanjitkan akan digunakan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dalam rangka membatalkan sertifikat hak atas nama korban selaku pemilik yang sah," sambung Hengki.

Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat itu melanjutkan, modus operandi yang kedua yang dilakukan oleh para mafia tanah tersebut juga tak jauh berbeda dengan modus operandi yang baru saja dijelaskannya.

Dia memaparkan, hal yang berbeda dari modus operandi ini, ialah salah satu pelaku di modus ini berkoordinasi dengan pelaku lainnya di Kantor ATR/BPN untuk mendapatkan slot sertifikat hasil PTSL milik korban yang sudah selesai dan ditandatangani, namun belum diserahkan kepada pemohonnya dengan berbagai alasan.

"Slot sertifikat lengkap dengan warkahnya milik
korban ini kemudian dipakai oleh pelaku oknum pegawai BPN tadi untuk membuat sertifikat atas nama tersangka dengan memanipulasi data korban yang dihapus dan dirubah datanya oleh pelaku oknum Pegawai BPN sesuai pesanan," terang Hengki.

Data fisik dan yuridis sertifikat yang dirubah itu, ungkap dia, meliputi nama, tanggal lahir, luas, lokasi tanah, dan surat ukur yang secara fisik di sertifikat telah dihapus dengan cara mengusapkan kapas atau cuttonbuds yang telah di lumuri dengan cairan
pemutih pakaian.

"Setelah data terhapus, maka langsung di lakukan pengetikan data baru atas nama tersangka dan juga di input kedalam sistem KKP," imbuh mantan Kapolres Metro Jakarta Pusat itu.

Kemudian, kata Hengki, modus operandi baru lainnya yang dilakukan oleh para mafia tanah tersebut dalam skema awal praktinya memang tak jauh beda dengan modus operandi laimnya.

Hanya saja, ujar dia, peran oknum pegawai BPN dalam modus operandi ini cenderung lebih banyak daripada di modus operandi lainnya.

"Oknum pegawai BPN memiliki peranan sangat sentral pada modus ini. Karena semua data baik data fisik maupun data yudiridis atas nama korban tersebut langsung dirubah seketika, yang dilanjutkan dengan memasukkan perubahan data tersebut yang sudah atas nama tersangka ke dalam sistem KKP BPN RI," tuturnya.

Selain itu, modus operandi terakhir yang berhasil diungkap oleh penyidik, ucap Hengki, dilakukan dengan cara yang cukup berbeda dengan modus operandi yang dilakukan sebelumnya.

Perwira menengah Polri itu memaparkan, skema awal modus operandi ini, ialah salah satu pelaku yang merupakan oknum pegawai kantor BPN akan berpura-pura melakukan tindakan melawan hukum dengan menyalahi prosedur melakukan akses ilegal terhadap akun pegawai BPN, yang kemudian digunakan untuk mengganti data yuridis maupun data fisik
pada sistem Komputerisasi Kerja Pertanahan (KKP) dikantor BPN.

"Setelah input data secara sistem tersebut selesai, kemudian salah satu pelaku mencetak sertifikat dengan menggunakan slot milik korban hasil program PTSL di dalam kantor BPN. Namun, untuk
validasi dan pengecapan stempelnya dilakukan di luar kantor," bebernya.

Menurut Hengki, dari sinilah awalnya penyidik
berhasil mengungkap modus ini, di mana penyidik menemukan sertifikat dengan cap bertulisan BPM bukan BPN.

Slot Sertifikat ini, kata dia, ditemukan dilakukan saat penyidik menggeledah kediaman para tersangka oknum pegawai BPN dan menemukan berbagai stempel serta blangko-blangko sertifikat di rumah tersebut.

"Keseluruhan modus tersebut bisa terjadi tentunya karena adanya pelibatan aktif yang terencana dan terorganisir dari masing-masing pelaku yang tergabung dalam sindikat mafia tanah. Tindakan mereka tersebut umumnya selalu disertai dengan adanya tindak pidana pemalsuan serta diikuti dengan tindak pidana memasuki pekarangan milik korbannya, dan mengklaim dirinya sebagai pemilik yang diiringi dengan pemasangan plang sebagai tanda bahwa kelompok mafia tanah ini telah menguasai fisik bidang tanah milik korbannya tersebut," pungkas Hengki. (adam)

Tags:
Kasus Mafia TanahPolda Metro JayaModus Operandi Kasus Mafia Tanah

Reporter

Administrator

Editor