JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Indonesia dinilai terburu-buru menandatangani nota kesepahaman dengan Malaysia soal perlindungan pekerja migran Indonesia.
Penilaian ini datang dari Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo.
Dia mengaku sempat risau ketika beberapa klausul yang diusulkan pihaknya tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Termasuk standar upah minimum dan standar perlindungan.
Hingga akhirnya terbukti ternyata sekarang pemerintah Malaysia tidak konsisten dengan nota kesepahaman tersebut.
"Pemerintah Malaysia ternyata tidak konsisten untuk komitmen memberikan perlindungan. Misalnya vonis bebas terhadap majikan Adelina Sau yang jauh dari rasa keadilan,” ujar Wahyu Susilo seperti dikutip dari VOA pada Jumat (14/7/2022).
Dia melanjutkan,”Ternyata Malaysia juga enggan untuk membicarakan soal upah minimum yang diberikan kepada pekerja rumah tangga kita.”
Tidak Hormati Hak Asasi Pekerja Migran
Wahyu Susilo menyebutkan nota kesepahaman itu tidak berkomitmen menghormati hak asasi pekerja migran dan memberikan akses untuk pekerja migran. Yang diatur dalam nota kesepahaman lebih pada operasional dan sistem penempatan melalui satu kanal.
Nota kesepahaman itu mestinya berisi rincian tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia. Bukan hal-hal global yang memberi ruang interpretasi yang dimanfaatkan Malaysia.
Dia menilai penghentian sementara pengiriman pekerja migran ke Malaysia dinilai terlambat harusnya sudah diantisipasi ketika merumuskan pasal-pasal dalam nota kesepahaman yang diteken 1 April lalu.
Penghentian sementara pengiriman pekerja migran harus menjadi posisi tawar pemerintah untuk dapat menekan Malaysia kembali ke meja perundingan untuk menyempurnakan nota kesepahaman yang telah ditandatangani. Pemerintah juga harus mendesak komitmen Malaysia untuk memenuhi tuntutan dari Indonesia.
Pemerintah harus menghentikan semua proses perekrutan dan memperketat pengawasan di perbatasan-perbatasan agar tidak terjadi perdagangan manusia ke Malaysia.
Perjanjian Tentang Tenaga Kerja Indonesia - Malaysia
Nota kesepahaman tentang Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia pertama kali ditandatangani kedua negara pada 2006 dan diperbarui lima tahun kemudian. Pembaruan berhenti pada 2016 karena kedua pihak tidak sepakat.
Pembaruan dilakukan tahun ini hingga nota kesepahaman tersebut ditandatangani pada 1 April lalu. Poin-poin yang ditambahkan dalam perjanjian terbaru itu adalah mendata semua pekerja migran Indonesia dalam sistem satu kanal yang terintegrasi dengan pemerintah Malaysia. Data ini meliputi lokasi bekerja, identitas majikan, dan latar belakang majikan.
Poin lainnya adalah menaikkan upah minimum dari 1.200 ringgit menjadi 1.500 ringgit per bulan, melarang majikan menahan paspor atau dokumen pribadi milik pekerja Indonesia, dan mewajibkan pemerintah malaysia untuk memastikan larangan ini dipatuhi.
Di samping itu mewajibkan majikan memberikan hak pekerja untuk menggunakan telepon atau berkomunikasi dengan keluarga atau perwakilan diplomatik Indonesia di Malaysia, menjadikan kontrak kerja sebagai syarat untuk pembuatan atau perpanjangan visa kerja, dan proses penempatan pekerja hanya bisa dilakukan oleh agensi yang terdaftar di pemerintah malaysia dan perwakiulan diplomatik Indonesia.
Pemerintah malaysia berkomitmen tidak akan lagi mengizinkan perubahan visa pelancong menjadi visa pekerja sesuai nota kesepahaman 1 April tersebut. ***