“NAIK lagi, naik lagi..bro” kata Yudi begitu memasuki Warteg langganannya untuk maksi bersama sejawatnya. Sejawat bukan saja teman sekantor, juga karyawan kantor lain yang sama-sama sebagai konsumen warteg.
“Kenapa mas, kami nggak menaikkan harga lho..,” kata ibu pemilik warteg.
“Kalau ibu orang baik, membantu rakyat kecil, Nggak suka naikkan harga,” jawab Yudi.
“Lantas apanya yang naik lagi?” tanya si ibu.
“Itu lho bu, harga BBM iri, kepengin ikutan naik, kaya harga migor,” celatuk Heri, rekan Yudi.
Baca Juga:
“Eh... sih mas, sing mboten- mboten mawon ( yang enggak – enggak aja) pakai kepengin naik segala ”,” kata si ibu tertawa.
“Iya bu, sekarang sepertinya lagi musim kenaikan harga..” tambah Heri.
Seperti diberitakan kenaikan harga beruntun terjadi sejak akhir tahun 2021. Mulai elpiji non subsidi kemasan 12 kg, kedelai, beras, susu, gula pasir, telur, daging, cabai, bawang hingga minyak goreng.
Baca Juga:
Sering Blunder dan Jadi Bahan Ejekan, Harry Maguire Diminta Tinggalkan Manchester United Demi Karir
Kini ramai dibicarakan soal kenaikan harga Pertamax. Pro kontra soal kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut masih memenuhi ruang publik. Harga Pertamax saat ini Rp9.000 per liter, jika dinaikkan hingga belasan ribu, maka banyak masyarakat yang akan beralih ke jenis yang lebih murah, Pertalite yang harganya Rp7.650 Per liter. Apalagi, jika selisihnya di atas Rp3.000.
Jika banyak yang beralih ke Pertalite, kemudian Pertamina tidak bisa memenuhi permintaan, sehingga pasokan menjadi tersendat, maka rakyat juga yang ketiban beban. Pertamina pun harus menambah subsidi ke Pertalite.
“Saya bukan pengguna Pertamax, wong mobil saja tidak punya. Cuma kalau kenaikan harga BBM berdampak kepada kenaikan yang lain, itu yang bikin pusing,” kata si Bro. “Semoga segera datang musim penurunan.”
“Sekarang juga sudah musim penurunan. Musim penghujan, tiap hari turun hujan.” celatuk seseorang. (jokles)