Dukungan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin dan invasi Rusia ke Ukraina dari ribuan mahasiswa di Universitas Aleppo Suriah.

Internasional

Berbagai Penilaian Di Timur Tengah Atas Perang Ukraina

Jumat 11 Mar 2022, 20:00 WIB

IRAK, POSKOTA.CO.ID - Poster raksasa Presiden Rusia Vladimir Putin bertuliskan "Kami dukung Rusia" terpampang di ibu kota Irak selama beberapa jam sebelum diturunkan oleh pasukan keamanan.

Peraturan kemudian muncul bahwa semua foto Vladimir Putin dilarang dipasang di tempat-tempat umum.

Milisi Hizbullah di Lebanon mengutuk kecaman pemerintah atas serangan Rusia terhadap Ukraina dan menuntut netralitas pemerintah Lebanon.

Perselisihan ini menunjukkan perpecahan mendalam terkait perang Ukraina di Timur Tengah di mana Rusia telah memperkuat pengaruhnya dalam beberapa tahun terakhir.

Rusia menjalin pertemanan dengan tokoh-tokoh negara dan non-negara sementara pengaruh AS di kawasan itu memudar.

Elit politik yang bersekutu erat dengan Barat berhati-hati dan tidak ingin mengasingkan Rusia atau AS dan Eropa.

Tetapi kekuatan lain, mulai dari faksi milisi Syiah di Irak, hingga kelompok Hizbullah di Lebanon, dan pemberontak Houthi di Yaman, dengan lantang menyuarakan dukungan mereka terhadap Rusia melawan Ukraina.

Kelompok-kelompok ini dianggap sebagai pijakan Iran di tanah yang disebut "poros perlawanan" anti AS. Demikian Associated Press pada Jumat (11/3/2022).

Vladimir Putin mendapatkan dukungan mereka karena hubungannya yang erat dengan Teheran dan intervensi militernya dalam perang saudara di Suriah dan mendukung Presiden Bashar Assad.

Mereka melihat Putin sebagai mitra yang bisa diandalkan. Tidak seperti Amerika Serikat.

Mereka bahkan punya nama panggilan sayang untuk Vladimir Putin, yakni "Abu Ali". Ini nama yang umum di kalangan Muslim Syiah dan menggambarkan persahabatan.

Sementara pemerintah terus berhati-hati.

"Irak menentang perang tetapi tidak mengecamnya atau berpihak," kata analis politik Ihsan Alshamary, yang mengepalai Wadah Pemikiran Politik di Baghdad. Dia menyebutkan Irak harus netral karena mempunyai kepentingan dengan kedua pihak, Rusia dan Barat.

Dia menuturkan sekutu Iran di kawasan tersebut terang-terangan mendukung Rusia "karena mereka anti Amerika dan anti Barat dan percaya bahwa Rusia sekutu mereka."

Investasi Rusia di Irak dan di daerah yang dikuasai Kurdi mencapai $ 14 miliar atau sekitar Rp 199 miliar. Sebagian besar fokus pada sektor energi, kata Duta Besar Rusia Elbrus Kutrashev dalam wawancara dengan Rudaw baru-baru ini.

Beberapa perusahaan minyak besar yang beroperasi di negara itu adalah perusahaan Rusia. Seperti Lukoil, Gazprom Neft, dan Rosneft.

Irak menjaga hubungan dekat dengan AS. Tetapi perusahaan-perusahaan Barat telah merencanakan keluar pelan-pelan dari sektor minyak Irak.

Langkah paling keras Irak sejauh ini adalah bank sentralnya melarang Perdana Menteri Irak untuk menandatangani kontrak dengan perusahaan-perusahaan Rusia atau membayar mereka setelah sanksi dari AS dijatuhkan. Keputusan ini hanya akan berdampak pada investasi baru Rusia di negara tersebut, tidak lebih dari itu, menurut pejabat industri Rusia.

Irak pada Minggu lalu merupakan salah satu dari 35 negara yang abstain saat pemungutan suara di PBB yang menuntut Rusia menghentikan serangannya dan menarik pasukannya dari Ukraina. Lebanon mengecam. Sementara Suriah yang memiliki hubungan erat dengan Rusia, menolak mengecam. Iran abstain.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri Lebanon blak-blakan, mengecam invasi Rusia ke Ukraina sehingga menyebabkan kemarahan Rusia. Ini membuat Menteri Luar Negeri Lebanon mengklarifikasi bahwa Lebanon tidak bermaksud memihak siapapun dan akan tetap netral.

"Mereka menjauhkan diri dan menyatakan netral jika menguntungkan mereka, dan mereka ikut campur dan mengecam jika menguntungkan mereka," legislator Hizbullah Ibrahim Moussawi mencuit mengecam Kementerian Luar Negeri Lebanon. "Kebijakan luar negeri apa yang diambil oleh Lebanon dan apa kepentingan Lebanon dalam kebijakan itu? Tolong klarifikasi, Pak Menteri."

Hizbullah yang juga mengirim ribuan tentara ke negara tetangga Suriah untuk mendukung pasukan Bashar Al Assad, memanfaatkan invasi Rusia ke Ukraina, dan menggambarkannya sebagai hasil yang tak terhindarkan dari provokasi AS dan pengkhianatan AS terhadap sekutunya. Dalam hal ini, Ukraina.

Papan-papan reklame dalam minggu ini yang bertuliskan "Kemenangan bagi Rusia" muncul di berbagai daerah di Damaskus Suriah di mana ribuan pasukan Rusia masih bertahan.

Warga di daerah yang dikuasai oleh oposisi, masih menghadapi serangan udara Rusia, berharap serangan mereda jika Rusia terjebak dalam perang di Ukraina.

Di Irak, perang di Ukraina memperjelas perpecahan di negara tersebut yang memang sudah terpecah. Upaya membentuk pemerintah baru terhenti di sana padahal sudah lima bulan setelah pemilu parlemen diadakan.

Papan reklame raksasa yang mendukung Vladimir Putin sempat dipasang di Baghdad yang dikuasai milisi dukungan Iran. Setelah papan tersebut diturunkan, Kedutaan Besar Rusia di Baghdad mencuit foto papan reklame itu.

"Posternya provokatif, saya tidak suka," kata Athir Ghorayeb, yang bekerja di kedai kopi di dekatnya. Irak baru saja keluar dari perang dan konflik yang berlangsung selama beberapa decade. Dia berkomentar,"Kenapa kita ngotot untuk ikut campur dalam masalah baru?"

Banyak warga Irak yang melihat invasi Rusia ke Ukraina seperti invasi Saddam Hussein ke negara tetangga Kuwait dan sebagai hasilnya harus menanggung sanksi ekonomi bertahun-tahun. Baru beberapa hari lalu Irak berhasil melunasi biaya ganti rugi kepada Kuwait yang mencapai lebih dari $ 52 miliar atau sekitar Rp 743 miliar.

Di media sosial, laman Facebook Irak dengan jutaan follower menggunggah berita terkait apa yang terjadi di Ukraina dan memberikan pendapat mereka. "Kami bersimpati dengan warga sipil, sebagai warga yang juga pernah merasakan pahitnya perang," tulis Zahra Obaidi, salah satu pengguna Facebook.

"Kami punya tenda untuk para pengungsi dan pengungsi internal, kalian bisa pakai tenda itu," tulis Hafidh Salih.

Profesor Hubungan Internasional di Sekolah Ekonomi London Toby Dodge mengatakan langkah Irak abstain dari pengambilan suara di PBB meski membatasi kegiatan ekonomi adalah bijaksana. Ini untuk mengatasi risiko jangka pendek tanpa mengambil sikap ideologis.

Namun jika perang terus berlangsung, sulit untuk bisa mempertahankan strategi ini.

"Irak sangat terpecah secara politik di mana aktor-aktor politik pro Iran dan yang anti Iran berupaya menancapkan otonominya,” ucapnya.

“Perang di Ukraina menjadi panggung pertunjukan lain, contoh lain di mana kedua belah pihak berusaha mendongkrak reputasi mereka," pungkas Toby Dodge. ***

Tags:
Vladimir PutinAbu Alinetralitaspengaruh Rusia di Timur Tengahpengaruh AS di Timur Tengahdukung invasi RusiaPerang Rusia Ukrainaoperasi militer RusiaKetegangan Rusia dan Ukrainakrisis Ukrainainvasi Rusia ke Ukrainaserangan Rusia terhadap Ukrainaekonomi-globalinfo internasionalinfo perang

Reporter

Administrator

Editor