Oleh; Tatang Suherman, Wartawan Poskota
SAAT gejolak para buruh di berbagai kota memprotes Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang akan dibayarkan pada usia 56 tahun, Ketua DPR RI Puan Maharani bereaksi.
Di sini Puan tampil membela para buruh. Dia menyampaikan bahwa kebijakan yang diatur dalam Permenaker 2/2022 tersebut tidak sensitif dengan keadaan masyarakat pada saat ini.
Puan pun mengingatkan bahwa JHT bukanlah dana dari pemerintah, melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja. Jadi intinya Puan meminta agar kebijakan itu ditinjau ulang.
Keberanian seorang Puan berbeda pendapat dengan pemerintah menggambarkan bahwa sosok cucu Bung Karno ini berbeda dengan apa yang sering disampaikan sekelompok orang selama ini. Puan kerap dianggap tidak pro rakyat dan selalu pro pemerintah.
Faktanya, bukan sekali ini Puan berbeda pendapat dengan pemerintah terutama Presiden Jokowi. Ada beberapa masalah prinsip yang menyangkut dengan kehidupan rakyat di mana Puan tampil berada sebaris dengan rakyat.
Saat ini, putri Megawati ini mulai digadang-gadang untuk maju menjadi orang nomor satu di Indonesia. Dukungan mulai muncul di berbagai daerah yang meminta Puan Maharani menggantikan Jokowi di tahun 2024 nanti.
Dalam survei Populi Center beberapa waktu lalu, Puan Maharani masuk dalam lima besar sosok yang berpotensi didukung sebagai calon presiden.
Sementara pada survei Charta Politika untuk kategori calon wakil presiden, Puan pun berada di urutan kelima.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin, menilai sosok Puan bisa disandingkan dengan siapapun pada Pilpres 2024. Ketua DPP PDIP itu, kata dia, menjadi 'barang' rebutan parpol lantaran partainya bisa mengusung calon tanpa koalisi.
Sayangnya, belum semua survei menempatkan Puan di 5 besar. Sebagian lembaga survei malah menempatkan Puan di urutan buncit alias "juru kunci".
Namun bukan berarti dia bisa menjadi capres. Meski elektabilitasnya kurang meyakinkan, Puan tetap bisa menjadi capres. Syaratnya dipasangkan dengan cawapres yang populer dan banyak disukai pemilih.
Memang, untuk mencapai ini, ada pekerjaan berat untuk meningkatkan elektabilitas Puan di tengah dominasi politikus pria. Peluangnya, politikus perempuan yang berpengalaman sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu atau Bapilu PDIP, Puan paham apa yang harus dia dan timnya lakukan sebagai konsekuensi yang harus dilakukan untuk modal bertarung dalam Pilpres 2024 nanti.
Tentu saja tidak ada yang mustahil bagi Puan karena dia bisa menjadi kuda hitam yang diperhitungkan pesaing jika dia mampu membuktikan untuk mendongkrak elektabilitasnya. *