JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pakar telematika dan informatika, Roy Suryo berencana melaporkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut ke Polda Metro Jaya, Kamis (24/2/2022) sore ini.
"Pelaporannya sudah kami siapkan, nanti sore sekitar pukul 15.30 kami akan melaporkannya (Menag Yaqut) ke Polda Metro Jaya," katanya saat dihubungi Poskota.co.id, Kamis (24/2/2022) pagi tadi.
Roy Suryo menjelaskan pelaporan tersebut terkait kutipan video wawancara soal pengaturan suara azan saat Yaqut menghadiri sebuah acara di Pekanbaru, Riau, menjadi sorotan publik.
Untuk memperkuat laporannya, Roy Suryo telah menyiapkan sejumlah barang bukti yang akan diserahkan bersama laporannya ke Polda Metro Jaya, sore nanti.
"So pasti, saya akan membawa rekaman audio-visual statement yang bersangkutan (ada yang sudah dilengkapi dengan caption sesuai narasi lengkapnya) dan pemberitaan berbagai media yang menuliskan inti permasalahan yang sama (alias bukan hanya persepsi pelapor saja)," bebernya.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ini melanjutkan, rencananya pelaporan tersebut juga akan dilakukan bersama Kongres Pemuda Indonesia. Sementara, Roy Suryo akan datang didampingi kuasa hukumnya, Pitra Romadoni dan kolega.
"Laporan Polisi hari ini di Polda Metro Jaya dalam dugaan melanggar Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau Pasal 165 a KUHAP Tentang Penistaan Agama," imbuh Roy Suryo.
Lebih lanjut Roy Suryo menjelaskan alasan dirinya terpaksa melaporkan Menag Yaqut ke polisi lantaran awalnya ada beberapa orang yang mengatakan bahwa pernyataan kontroversi Gus Yaqut itu merupakan hasil editan.
"Setelah dipastikan rekaman tersebut benar 100%, wajib hukumnya saya melakukan ikhtiar melaporkan tersebut, karena jelas-jelas itu sudah tidak sesuai dengan ajaran yang kita anut," pungkasnya.
Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Dalam edaran tersebut, ia meminta volume pengeras suara diatur maksimal 100 dB (desibel).
Selain itu, ia juga meminta agar waktu penggunaan pengeras suara di masjid dan musala disesuaikan pada setiap waktu sebelum azan. Yaqut lalu membandingkan aturan tersebut dengan gonggongan anjing.
"Soal aturan azan, kami sudah terbitkan Surat Edaran pengaturan. Kami tidak melarang masjid atau musala menggunakan speaker, tidak. Silakan, karena itu syiar agama Islam," kata Yaqut, di Riau, Rabu (23/2/2022).
"Tetapi ini harus diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan," sambungnya.
Lihat juga video “Beberapa Pejabat Daerah Kena Semprot Bu Risma Marah-Marah di Bogor”. (youtube/poskota tv)
Menurutnya, aturan tersebut dibuat tidak lain untuk menciptakan rasa harmonis di lingkungan masyarakat. Termasuk meningkatkan manfaat dan mengurangi yang tidak ada manfaatnya (mubazir).
"Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan," ucap dia.
"Karena kita tahu, misalnya, di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada masjid atau musala. Bayangkan saja kalau kemudian dalam waktu bersamaan tempat itu (masjid atau musala) menyalakan speaker secara bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," lanjut Yaqut.
"Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan non-muslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita non-muslim menghidupkan speaker sebanyak lima kali dana sehari, terus volumenya kencang, itu rasanya bagaimana," jelasnya.
"Nah, yang paling sederhana lagi misalnya, kalau kita hidup di dalam satu kompleks, yang di sisi kiri, kanan, depan, dan belakang ada yang pelihara anjing semua. Dan kemudian, anjing tersebut menggonggong dalam waktu bersamaan, kita akan merasa terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di masjid atau musala silakan saja dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," tukas Yaqut.
"Agar niat menggunakan speaker sebagai sarana melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan dan tidak mengganggu orang lain," tandas dia. (ys)