ADVERTISEMENT

Gus Yaqut Dinilai Rabun Diksi Soal Suara Azan Seperti Gonggongan Anjing

Kamis, 24 Februari 2022 15:28 WIB

Share
Menteri Agama bandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. (Foto/ig@gusyaqut)
Menteri Agama bandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. (Foto/ig@gusyaqut)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengaturan toa masjid yang disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut menimbulkan kontroversial di tengah masyarakat.

Hal itu terjadi karena Gus Yaqut diduga membandingkan penggunaan toa masjid dengan gonggongan anjing.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, mengatakan pernyataan seperti itu tak pantas disampaikan oleh seorang menteri. Sebagai pejabat publik, seharusnya bijak memilih diksi yang tidak menimbulkan multi tafsir.

"Menganalogikan toa masjid dengan gonggongan anjing memang terbuka menimbulkan multi tafsir. Disatu sisi, masjid tempat yang suci bagi ummat Islam, sementara disisi lain anjing dinilai binatang penuh najis," kata Jamil kepada Poskota, Kamis (24/2/2022).

Hal ini, kata Jamil, dengan sendirinya dapat menimbulkan persepsi yang negatif terhadap pernyatan Gus Yaqut. Akibatnya, sebagian umat Islam bisa saja menilai pernyataan itu sebagai penghinaan.

Jamil menuturkan, kontroversi itu terjadi karena dua hal. Pertama, Gus Yaqut seperti kurang kerjaan sehingga harus mengatur penggunaan toa masjid. Padahal, hal itu sudah berlangsung ratusan tahun tanpa adanya gesekan yang berarti.

"Bahkan di era penjajahan saja hal itu tidak dipersolkan. Penjajah tidak membuat aturan seperti yang diatur Menteri Agama saat ini," kata Jamil.

Kedua, menganalogikan toa masjid dengan gonggongan anjing. Hal ini membuka persepsi yang beragam. Ragam persepsi inilah yang menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

"Karena itu, sebaiknya menteri tidak perlu mengatur hal-hal yang terlalu sensitif, apalagi berkaitan dengan agama. Sebagai pejabat publik juga harus selektif memilih diksi agar tidak menimbulkan jarak persepsi yang lebar. Pejabat publik seharusnya berpikir dulu baru berbicara, bukan sebaliknya," pungkas Jamil.(*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT