Rusia dan Tiongkok Galang Persatuan Hadapi AS di Olimpiade Beijing

Jumat 04 Feb 2022, 23:55 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing Tiongkok pada Jumat, 4 Februari 2022.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing Tiongkok pada Jumat, 4 Februari 2022.

POSKOTA.CO.ID - Menjelang upacara pembukaan Olimpiade Beijing 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping bertemu pada Jumat (4/2/2022).

Laporan VOA Indonesia menyebutkan kedua negara ini unjuk persatuan di tengah hubungan masing-masing negara yang semakin rumit dengan AS.

Dikutip dari Tass, Vladimir Putin memuji hubungan Tiongkok-Rusia yang benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut Vladimir Putin hal itu contoh dari hubungan bermartabat yang membantu masing-masing berkembang.

Vladimir Putin mengumumkan kesepakatan baru untuk menyediakan gas 10 miliar meter kubik per tahun untuk Tiongkok dari kawasan Timur Jauh Rusia. Para pejabat Rusia juga telah menyatakan kedua pemimpin itu akan menandatangani lebih dari 15 kesepakatan dalam kunjungan tersebut.

Kedua belah pihak pada 2021 mencapai perdagangan bilateral yang mencatat rekor baru, 146 miliar dolar.

Vladimir Putin mengatakan kepada Xi Jinping hari Jumat bahwa ia percaya perdagangan bilateral dalam waktu dekat dapat mencapai 200 miliar dolar.

Sementara menurut media pemerintah Tiongkok, Xi Jinping mengatakan kepada Vladimir Putin bahwa pertemuan itu akan menyuntikkan lebih banyak vitalitas ke dalam hubungan kedua negara.

Rusia dan Tiongkok tidak memiliki aliansi resmi. Namun kedua negara semakin dekat dalam beberapa tahun belakangan sementara mereka berupaya melawan pengaruh AS.

Tiongkok semakin vokal dalam mendukung Rusia. Bahkan ketika Moskow mengerahkan lebih dari 100 ribu tentara di perbatasannya dengan Ukraina yang menimbulkan kekhawatiran mengenai konflik. Rusia telah menuntut Ukraina agar tidak bergabung dengan NATO dan menginginkan aliansi militer itu menarik pasukannya dari Eropa Timur.

Para analis mengatakan kerja sama Rusia-Tiongkok dapat mempersulit AS dalam menghukum Moskow dengan sanksi-sanksi atau langkah-langkah lain jika Rusia menginvasi Ukraina.

Para pejabat Rusia menyatakan kedua pemerintah berupaya menciptakan hubungan ekonomi yang terlindung dari sanksi-sanksi yang diberlakukan negara lain.

Meningkatnya permusuhan AS-Rusia juga dapat mengalihkan perhatian Presiden AS Joe Biden, yang telah mengidentifikasi Tiongkok sebagai prioritas kebijakan luar negeri terbesarnya. Namun Tiongkok juga mungkin tidak menyambut baik adanya distraksi kebijakan luar negeri penting.

Beijing pada Jumat (4/2/2022) menjadi tuan rumah acara pembukaan pesta olahraga Olimpiade yang berlangsung lebih dari dua pekan.   

Xi Jinping berada di tengah-tengah musim manuver politik dalam negeri penting yang dimaksudkan untuk membentuk apa yang diperkirakan akan membuat kekuasaannya tidak terbatas atas Tiongkok.

Pakar Tiongkok di Brookings Institution di AS, Ryan Hass, mengatakan,“Beijing menginginkan stabilitas dan kemampuan memprediksi. Mereka tidak akan menyambut baik pergolakan asing.”

Vladimir Putin dan Xi Jinping, dua pemimpin kuat yang memimpin pemerintahan otoriter dan memiliki riwayat panjang. Menurut Beijing, ini adalah pertemuan ke-38 antara kedua orang itu.

Xi Jinping pada Desember lalu mengatakan dia menyambut baik kunjungan Vladimir Putin. Dia menyebut Vladimir Putin sebagai teman lamanya.

Vladimir Putin adalah pemimpin internasional pertama yang menyatakan akan hadir dalam acara pembukaan Olimpiade Beijing usai AS mengumumkan boikot diplomatik terhadap pesta olahraga itu terkait tuduhan pelecehan Tiongkok terhadap Muslim Uighur.

Vladimir Putin dalam surat yang dipublikasikan awal pekan ini di Xinhua mengecam boikot yang dipimpin AS.

Dia mengecamnya sebagai “upaya sejumlah negara untuk mempolitisasi olahraga untuk kepentingan egois mereka.”

Surat Putin juga menyatakan bahwa kemitraan Rusia- Tiongkok telah memasuki era baru.

Rusia dan Tiongkok telah memiliki riwayat panjang bekerja sama untuk memblokir posisi AS di Dewan Keamanan PBB di mana ketiga negara itu memiliki hak veto sebagai anggota tetap dewan.

Yang paling baru adalah Tiongkok dan Rusia memiliki kesamaan sikap mengenai Ukraina. Sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyebut tentang kekhawatiran keamanan yang sah dari Rusia dan menyerukan diakhirinya mentalitas Perang Dingin. Ini rujukan jelas untuk apa yang dianggapnya sebagai kebijakan luar negeri AS. 

“Tiongkok telah bertindak semakin dekat secara progresif ke sikap Rusia,” kata Evan Feigenbaum, dari lembaga kajian Carnegie Endowment for International Peace yang berbasis di Washington.

Ini merupakan pergeseran besar dari Tiongkok. Selama invasi Rusia ke Georgia tahun 2008 dan invasinya ke Krimea pada tahun 2014, Tiongkok condong begitu jauh dalam kemitraan mereka dengan Rusia menurut Evan Feigenbaum.

“Kemitraan Tiongkok-Rusia terlihat sangat berbeda bagi AS, bukan hanya dalam perencanaan pertahanan tetapi juga pemikiran strategis yang dimilikinya enam atau tujuh tahun lalu saja,” ujarnya.

Namun Tiongkok juga menyerukan diredakannya ketegangan terkait Ukraina dan mengusulkan penerapan perjanjian Minsk, kesepakatan tahun 2014-2015 untuk memulihkan perdamaian setelah berkobarnya kekerasan di perbatasan Rusia-Ukraina.

“Tiongkok berada dalam kebuntuan diplomatik,” kata Ryan Hass.

Dia melanjutkan,“Negara ini akan menghadapi kesulitan dan gejolak yang tidak diinginkan dari konflik di Ukraina.

“Tetapi pada saat yang bersamaan Tiongkok ingin mempertahankan hubungan kuat dengan Rusia dan tidak ingin membantu AS,” pungkas Ryan Hass.***

Berita Terkait
News Update