Fungsi Samijo (40), sebagai suami tak lebih hanya pejantan doang. Usaha telur maju dan bisa
bikin rumah, karena otak istrinya, Marni (35).
Lha kok rumah itu diam-diam dipakai kencani janda. Ngamuklah Marni. Sebelum cerai, dia sewa alat-alat berat untuk hancurkan rumah hasil keringatnya.
Dalam kehidupan di sekitar kita banyak lelaki yang fungsinya jadi pejantan doang. Dia pengangguran tapi petentang-petenteng seperti boss.
Roda ekonomi sehari - hari yang menjalankan istri. Suami yang penting rajin makan telur mentah dan madu, sehingga pada “piket malam” nanti bisa rosa-rosa macam Mbah Marijan dari Gunung Merapi.
Tapi namanya orang, ada saja suami model demikian tak tahu berterima kasih pada istri.
Samijo warga Kedung Banteng Kabupaten Ponorogo (Jatim) adalah salah satu sampelnya. Orang desa tapi kerja sebagai petani tidak bisa (males).
Buruh macul sama orang kaya, kerjanya lihat jam melulu, begitu jam 08:00 tiba, buru-buru pulang. Sampai rumah langsung bat-bet “nyangkul” di bakul nasi, dua piring ludes.
Padahal sayurnya hanya bobor bayem berlaukkan sambel jenggot.
Karena kemalesannya, 5 tahun berumahtangga tak ada kemajuan ekonomi, kecuali anak yang nambah. Untung Ny. Marni orangnya kreatip.
Untuk memperbaiki ekonomi nekad hijrah ke Jakarta sebagai pedagang telur asin, ambil barangnya dari Brebes.
Seratus persen yang mengendalikan bisnis itu istrinya, sementara Samijo hanya petentang-petenteng seperti mandor.
Ternyata maju, sehingga mampu membuat rumah di kampung dengan magersari (berdampingan) dengan rumah mertua, ayah Samijo.
Saat rumah dibangun, yang mengawasi Samijo sendiri sementara Marni sibuk dengan bisnisnya di Jakarta.
Bahan material apa yang kurang, Samijo tinggal lapor nanti istrinya segera transver untuk belanja di toko bangunan.
Lama di kampung, Samijo kemudian kenal dengan janda Ratih, 30, tetangga desa.
Dibanding istrinya, dia jauh lebih cantik dan muda lagi, ibarat mangga pasti isinya daging semua. Ada sih peloknya, tapi kecil saja.
Hal itu membuat Samijo semakin kesengsem dan lupa istri yang sibuk dagang telur asin di Jakarta.
Orang pacaran kan perlu anggaran, sedangkan Samijo tak punya uang lebih, sebab semua sudah dicatu istrinya.
Maka otaknya pun jalan. Semen yang harganya hanya Rp45.000,- persak, dimark up jadi Rp60.000,- harga triplek perlembar hanya Rp80.000,- disebutnya Rp95.000,-.
Begitulah, dari cat tembok, cat minyak, sampai batu bata dan pasir sengaja Samijo selalu mbathi, sebab uang lebih itu kemudian dipakainya untuk bersenang-senang janda Ratih.
Hubungan cinta keduanyanya semakin seru saja, sehingga ketika rumah sudah jadi, dengan beraninya Samijo membawa Ratih ke kamar baru yang masih bau cat tembok.
Memang istri dari Jakarta sudah minta dibelikan ranjang berikut springbed-nya yang mendut-mendut.
Tapi sungguh terkutuk, yang njajal justru Samijo bersama WIL- nya untuk berhubungan intim bak suami istri.
Lihat juga video “Bupati Zaki Tinjau Banjir di Pakuhaji dan Kosambi”. (youtube/poskota tv)
Tak hanya sekali Samijo membawa gendakannya ke rumah baru, sehingga tetangga ada yang curiga, kemudian lapor ke Marni di Jakarta.
“Tuh lihat suamimu, rumah baru jadi yang nganyari malah gendakannya,” kata saksi mata liwat HP. Tentu saja Marni terkaget-kaget, sehingga buru-buru pulang.
Apa sih maunya lelaki satu ini, cuma modal burung saja, burungnya matuk ke mana-mana.
Ternyata Samijo mengakui aksi mesumnya tersebut, sehingga diberikan opsi: tinggalkan wanita itu, atau rumahtangga bubar.
Ternyata Samijo lebih berat ke Ratih, sehingga memilih menceraikan istrinya. Marni yang tak mau rugi dua kali, hari itu juga dia menyewa alat-alat berat untuk menghancurkan rumahnya kembali rata dengan tanah.
“Saya nggak rela, aku yang kerja kok rumah baru mau dinikmati istri barunya. Enak saja,” katanya.
Istri kerja banting tulang, suami banting - bantingan sama janda. (GTS)