Perlu kebijakan yang kuat dan kompak melindungi seluruh lapisan masyarakat agar tidak semakin terdampak akibat pandemi dan kenaikan harga kebutuhan sehari- hari. - Harmoko
NEGARA kuat jika stabilitas politik mantap. Sementara harga barang yang terus fluktuatif membawa kepada situasi yang kurang kondusif. Itulah sebabnya dibutuhkan stabilitas perekonomian guna menciptakan stabilitas harga, utamanya kebutuhan pokok masyarakat.
Sementara kita tahu, kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok terjadi sejak November hingga tutup akhir tahun, bahkan hingga pertengahan bulan ini masih fluktuatif.
Kenaikan harga yang cukup signifikan seperti minyak goreng, cabai, dan telur ayam ras. Harga gula pasir, beras dan kedelai juga terdorong, meski kenaikannya sangat tipis, tetapi perlu langkah antisipatif guna mencegah ikut terkereknya harga komoditas pangan lainnya.
Langkah strategis mencegah kenaikan harga sangat diperlukan mengingat, dua bulan lagi sudah menjelang bulan Puasa, di mana, lazimnya kebutuhan masyarakat akan semakin meningkat. Lebih-lebih selama bulan puasa, April mendatang hingga Lebaran.
Saya dapat menduga memasuki bulan Maret, masyarakat sudah ancang-ancang persiapan puasa, dengan mempersiapkan segalanya, termasuk penyediaan bahan pangan agar nyaman selama menjalankan ibadah Ramadhan.
Sepanjang Maret dan April dapat dikatakan sebagai bulan sensitif yang dibarengi dengan meningkatnya aksi transaksi untuk memenuhi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gejolak bisa menggeliat, jika terjadi kenaikan harga sembako, sekecil apapun kenaikan tersebut.
Ini harus dijaga bersama, negara wajib hadir menyelamatkan warganya dari kemungkinan terjadinya gejolak harga jelang bulan Puasa , selama Puasa dan hingga Lebaran.
Mengingat ketidakstabilan, termasuk harga kebutuhan pokok, akan menyengsarakan masyarakat karena rencana masa depan, jangka pendek pun sulit tercapai, apalagi jangka panjang terkait investasi.
Yang lebih ironi, jika sampai kebutuhan sehari-hari saja sulit untuk memenuhi karena merosotnya daya beli masyarakat menyusul tidak terkendalinya laju inflasi akibat harga pangan nasional kian meninggi.
Bagi sebagian masyarakat, kelas atas, kenaikan harga cabai, bawang, sayur dan telur, boleh jadi tidak banyak berpengaruh karena berlebih kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, tetapi bagi masyarakat kelas bawah, tentu menjadi “musibah”, setidaknya membawa banyak masalah.
Ingat, masih terdapat 26,50 juta penduduk miskin di negeri kita, belum lagi yang setengah miskin, kelompok menengah ke bawah yang tingkat penghasilannya sangat sensitif untuk mengkover kenaikan harga barang.
Dari tahun ke tahun, penyebab kenaikan harga lebih dikarenakan ketersediaan stok, rantai distribusi, ongkos produksi dan spekulasi. Tak jarang pula karena ketersediaan barang tergantung impor.
Kita mengapresiasi langkah pemerintah yang terus menebar operasi pasar guna mengendalikan harga barang seperti acap ditinjau langsung oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, di sejumlah daerah. Penetapan kebijakan satu harga minyak goreng setara Rp14.000 per liter juga merupakan langkah yang sangat tepat.
Masyarakat tentu berharap operasi terus dilakukan hingga jelang Puasa sebagai upaya menghadirkan kenyamanan, sekaligus mencegah dampak psikologis yang bisa berakibat panic buying karena tiadanya stabilitas harga.
Perlu juga mengapresiasi kian membaiknya perekonomian menuju pemulihan dan meningkatnya angka pertumbuhan. Sangat diharapkan kualitas pemulihan dengan memastikan perekonomian seluruh lapisan masyarakat tumbuh dengan baik. Bukan sebagian yang cepat recover, tetapi sebagian besar lainnya tetap terhimpit, atau bahkan semakin terhimpit.
Itulah sebabnya perlu kebijakan yang pro-rakyat, berpihak kepada masyarakat luas dengan memperkuat jaminan sosial guna melindungi masyarakat, seperti dikatakan Pak Harmoko melalui kolom “Kopi Pagi ” di media ini.
Jaminan sosial, khususnya di lapisan bawah agar tidak semakin terjerumus dan kian terdampak pandemi Covid-19. Juga kenaikan harga barang di saat menyongsong peringatan hari-hari besar seperti Puasa dan Lebaran.
Kebijakan pro-rakyat tidak hanya harus kuat, juga kompak dari pusat hingga daerah selaras menjalankannya.
Lihat juga video “Seragam Baru Satpam Mirip Polisi, Masyarakat Salah Lapor”. (youtube/poskota tv)
Tak kalah pentingnya keteladanan para elite, pejabat negeri, menteri dan kepala daerah terjun ke lapangan memantau langsung kebijakan dan memberi contoh nyata. Pitutur luhur mengingatkan ”Ing Ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”- di depan memberi contoh, baik pikiran, ucapan maupun perbuatan. Di tengah memberi inspirasi dan motivasi. Jika berada di belakang memberi dukungan dan kepercayaan.
Bukan di belakang lepas tangan, duduk di kursi nyaman, berharap jabatan diperpanjang. (Azisoko *)