ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Masyarakat terdampak bencana perlu dibangun secara fisik, mental, moral dan budaya mulai dari upaya pencegahan dini, siaga bencana, hingga daya tahan menghadapi pascabencana. - Harmoko
SEBAGIAN besar penduduk Indonesia dapat diibaratkan “bernapas di tengah lingkaran bencana”. Bagaimana tidak, hampir seluruh wilayah Indonesia terpapar risiko, setidaknya terhadap 10 jenis bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kebakaran, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, kekeringan dan likuifaksi atau tanah bergerak.
Hampir 150 juta jiwa berdomisili dan beraktivitas di 386 kabupaten/kota zona rawan gempa bumi. Sedikitnya 5 juta warga pada 233 kabupaten/ kota dibayangi tsunami. Sekitar 1,2 juta jiwa di 75 kabupaten/kota terancam erupsi gunung berapi.
Belum lagi 63,7 juta jiwa yang bermukim di 315 kabupaten/kota rawan banjir, dan sekitar 40,9 juta jiwa tinggal di 274 kabupaten/kota rawan longsor.
Perubahan iklim juga memberikan kontribusi dalam peningkatan bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan.
Ditambah lagi aktivitas manusia yang ikut memperburuk kondisi lingkungan seperti perambahan hutan untuk perkebunan dan permukiman atau aktivitas pembangunan yang mempengaruhi ekosistem dan ekologi di daerah penyangga.
Faktor alam dan lingkungan inilah sebagai penyebab terbesar bencana alam di negeri kita yang memperlihatkan tren peningkatan.
Indonesia, menurut Bank Dunia, negara peringkat ke-12 dari 35 negara di dunia yang memiliki risiko tinggi terhadap korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi akibat dampak dari berbagai jenis bencana.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT