Doni Monardo memperlihatkan sejumlah buku dirinya usai memberi kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan. (foto: ist)

Opini

Kuliah Umum Doni Monardo, Memukau Ratusan Calon Dokter (II/Habis)

Senin 08 Nov 2021, 14:13 WIB

Catatan Egy Massadiah

DONI Monardo mengisahkan, suatu hari pada tahun 2018, saat ia menjabat Pangdam III/Siliwangi kedatangan teman baiknya, Prof Wiku Adisasmito. Ia kini Ketua Tim Pakar sekaligus Jubir Satgas Covid-19. Kepada Doni, Wiku meminta bantuan agar rumah sakit yang dikelola Kodam bisa menyediakan lebih banyak alat cuci darah. 

Doni tentu saja kaget, dan bertanya, “Kenapa?” Jawabnya, hampir semua rumah sakit swasta di Bandung kesulitan alat cuci darah karena banyaknya pasien ginjal.

Doni kembali mengajukan pertanyaan yang sama, “Kenapa?” Jawabnya, karena banyak masyarakat mengonsumsi makanan yang mengandung logam berat, pestisida, urea, dan bahan kimia lain, ditambah limbah industri.

Kembali Doni Monardo mengisahkan pengalamannya saat berdinas di lingkungan Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).

Selama karier militer, tercatat empat kali ia mendapat penugasan di Paspampres, mulai dari Dandenma Paspampres (2001-2003), Waasops Dan Paspampres (2004-2006), Dan Grup A Paspampres (2008-2010), dan puncaknya sebagai Komandan Paspampres (2012-2014).

Ke mana pun Presiden melawat, Paspampres hadir lebih dahulu. Menyiapkan pengamanan presiden, termasuk mengecek menu yang hendak dihidangkan.

“Ini persoalan serius yang bisa berdampak serius pula terhadap kesehatan masyarakat kita,” papar Doni.

Petaka Merkuri

Sebagai jenderal yang getol merawat dan menjaga lingkungan, Doni lalu mengisahkan pengalaman tak terlupakan saat menjabat Pangdam XVI/Pattimura, Maluku. Tak lama duduk di kursi panglima, Doni mendapati data, ribuan orang telah meninggal dunia karena konflik di sebuah tambang emas. 

Bukan hanya itu, Doni juga mendapatkan data, para penambang emas tradisional itu menggunakan merkuri dalam aktivitasnya.

“Saya langsung tergerak untuk berbuat. Tidak saja untuk menyelamatkan manusia, tapi juga menyelamatkan lingkungan akibat merkuri,” tegasnya.

Begitu Doni Monardo turun tangan, ada saja kolega maupun rekannya sesama anggota TNI yang mengatakan, “Ngapain urus yang begitu-begitu. Itu bukan tanggung jawab tentara. Tugasmu cukup menyiapkan pasukan menghadapi operasi militer,” kata Doni menirukan “nasihat” rekannya.

Prinsip Doni, tidak masalah jika ia tidak membantu, tapi harus ada yang membantu.

Sementara Presiden sudah memerintahkan penertiban penambang illegal, apalagi yang menggunakan merkuri. Itu perintah bulan Mei 2015, sedangkan Doni dilantik menjadi Pangdam di Maluku Agustus 2015.

Toh, ia melihat, tidak satu pun aparat daerah yang bergerak menertibkan. Sementara korban terus berjatuhan, dan penggunaan merkuri terus merajalela.

Doni langsung menugaskan Kakesdam untuk mengambil sampel ikan, kepiting, dan cumi dan beberapa jenis hewan laut di parairan Pulau Buru.

Hasilnya, kadar merkuri dan sianida dalam ikan-ikan yang diperiksa tadi telah melampaui ambang batas. Sangat tidak layak dikonsumsi. Itu semua karena limbah merkuri di penambangan emas tadi.

Yang lebih dahsyat, buaya-buaya pun ikut mati gara-gara merkuri. Termasuk ternak peliharaan rakyat.

“Saya tidak bisa tinggal diam. Jika dibiarkan, maka prajurit saya termasuk anak-anak dan istrinya, bisa jadi korban juga. Bahkan saya pun bisa jadi korban,” kata Doni.

Doni melakukan banyak langkah, dipuncaki dengan melapor ke Presiden Joko Widodo. Ujungnya adalah pengesahan UU No 11 Tahun 2017, tentang Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri).

Meski sudah ada UU, tapi praktiknya perusakan ekosistem masih berlangsung.

Sebagian penambang liar misalnya, tidak peduli ancaman merkuri asal bisa mendapatkan uang dalam waktu cepat. Mereka tidak sadar, bahwa wanita hamil yang kemudian melahirkan bayi cacat fisik, itu akibat dari asupan makanan dan minuman yang tercemar merkuri.

Begitu buruknya dampak merkuri, sampai-sampai seorang teman Doni Monardo yang eksportir ikan, pernah mengalami hal buruk. Ikan-ikan kirimannya dikembalikan karena mengandung merkuri.

“Padahal potensi perikanan negara kita luar biasa. Ada 12,5 juta ton perikanan tangkap yang bisa diambil. Kalau kita maksimalkan, bukan saja membawa dampak positif terhadap perekonomian negara, tapi sekaligus bisa mengatasi stunting,” ujar Doni Monardo.

Dicontohkan, ikan-ikan terbaik dari perairan Indonesia sangat diminati bangsa lain. Contohnya, ikan tuna, tuna sirip kuning (yellowfin) diminati pasar Jepang bahkan Amerika Serikat.

“Sayang, kita sendiri hanya makan ikan yang sudah diawetken, alias ikan asin. Walaupun saya sendiri penggemar ikan asin. Tapi tentu saja kualitas ikan asin jauh di bawah tuna sashimi,” kata Doni sambil tertawa.

Doni juga teringat, bagaimana ibunya dulu minta Doni mengonsumsi ikan. Setiap memberi makan dengan lauk ikan, ibunya akan merayu dengan kata-kata,

“Ayo makan ikan, biar tinggi. Kalau tidak makan ikan, nanti kamu pendek kayak orang Jepang,” Doni menirukan ibundanya saat memberinya makan ikan, dulu.

Apa yang terjadi hari ini? Warga Jepang digenjot untuk mengonsumsi ikan. Hasilnya per hari ini, tinggi orang Jepang rata-rata di atas 170 cm. Jauh melampuai tinggi rata-rata bangsa Indonesia.

Sementara, Doni Monardo, berkat konsistensi ibunya memberi asupan ikan, tinggi badannya 180 cm.

“Jadi, kalau ingin program Indonesia Emas 2045 terwujud, salah satunya adalah menggenjot konsumsi ikan. Kalau tidak, maka tidak akan ada Indonesia emas, yang ada adalah Indonesia cemas,” ujar Doni sambil tersenyum.

Citarum Harum

Pada bagian akhir kuliah umumnya, Doni Monardo juga berbagi pengalaman di Sungai Citarum. Ia menjabat Pangdam III/Siliwangi tahun 2017-2018.

Sebelumnya, Doni sering “dipermalukan” jika melihat tayangan televisi, utamanya di luar negeri tentang sungai Citarum. Sungai jantungnya Jawa Barat itu dijuluki sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.

Makin viral saja kondisi memprihatinkan tadi, begitu ada aktivis lingkungan asal Perancis, Gary Bencheghib membuat perahu kano dari rangkaian botol-botol air mineral dan mendayung di lautan sampah sungai Citarum. Foto itu kemudian tersebar ke seluruh dunia.

Alhasil, ketika Doni menjabat Pangdam, bayangan Citarum tercemar langsung terngiang-ngiang di benak.

Seketika, muncul greget di hatinya, untuk mengatasi pencemaran hebat di sungai sepanjang 270 km tadi.

“Saat briefing staf, saya sampaikan di depan kita ada persoalan yang menantang, yaitu Sungai Citarum yang begitu kotor, tapi kalian biarkan. Kalau kalian mengatakan bukan tanggung jawab kita, OK, tapi ingat, ada 8 Wajib TNI yang salah satunya adalah TNI menjadi contoh, mempelopori dan mengatasi kesulitan rakyat,” kata Doni.

Di sisi lain, Doni mendapat informasi bahwa pemerintah pusat telah mengeluarkan uang lebih dari Rp100 triliun sejak tahun 1980, untuk menuntaskan pencemaran sungai Citarum. Tapi, toh belum berhasil, bahkan kondisinya semakin parah.

Doni pun memotivasi prajuritnya dengan menunjuk badge Siliwangi dengan logo “maung” (harimau).

“Kalau kita biarkan rakyat sepanjang sungai Citarum sengsara karena pencemaran, itu sama artinya kita sudah kehilangan sifat patriotisme sebagai anggota TNI. Jangan sampai, “maung” berubah menjadi “meong”,” kata Doni.

Dari situ, para prajurit Siliwangi bersemangat dan antusias untuk mendukung program Doni Monardo membersihkan Sungai Citarum.

Aksi itu kemudian digulirkan lebih besar. Doni menjumpai Gubernur Jawa Barat, Achmad Heryawan (Aher) ketika itu, untuk mengumpulkan seluruh bupati/ wali kota terkait program Citarum Harum.

Gubernur Aher pesimis, dan meminta Doni selaku Pangdam yang mengundang, tapi secara tupoksi, hal itu tidak mungkin. “Sehingga saya sampaikan, pak Gubernur yang mengundang, nanti saya yang mengawal,” kata Doni.

Doni pun menugaskan para Dandim di lingkungan Kodam Siliwangi untuk mengantar undangan gubernur tadi kepada bupati/ wali kota di tempat tugas masing-masing.

“Saya katakan, kalau sampai gagal mendatangkan bupati/ wali kota, maka akan saya ‘evaluasi’,” kata Doni sambil tertawa.

Yang terjadi kemudian, seluruh bupati/ wali kota yang diundang, hadir memenuhi undangan Gubernur Aher.

“Pak Gubernur sampai heran. Beliau bilang, selama dua periode menjabat gubernur, baru kali ini mengundang para bupati/ wali kota, dan hadir semua,” kata Doni.

Program Citarum Harum pun sampai pada puncak keputusan politik, setelah terbit Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2018, tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum yang berdurasi tujuh tahun. 

“Hari ini, setelah kurang lebih tiga tahun Perpres berjalan, alhamdulillah, kondisi sungai Citarum berangsur membaik. Hasil penelitian terakhir kadar pencemaran air sungai citarum menurut drastis menjadi tercemar ringan. Di sejumlah anak sungai Citarum sudah ditemui ikan-ikan. Bahkan di beberapa anak sungai, air sudah kembali jernih dan bisa dipakai berenang anak-anak. Hulu Citarum di Cisanti, juga sudah tidak gundul setelah dilakukan reboisasi,” papar Doni.

Doni lalu memutarkan video seputar Citarum Harum. Ia berharap, program yang diprakarsainya sejak tahun 2017 itu akan terus lestari.

Ancaman serius pencemaran Citarum datang dari 3.000 pabrik tekstil yang membuang limbah ke Citarum. Karena itu, Satgas Citarum harus terus bekerja mengawasi secara ketat.

Tonton juga video “Wali Kota Bogor Tinjau Lokasi Longsor yang Akibatkan Pasutri Alami Luka-luka”. (youtube/poskota tv)

Kunci sukses program Citarum Harum terletak pada perubahan perilaku. Perubahan perilaku tidak bisa dipaksakan dengan senapan atau senjata.

Mengutip kata bijak Lau Tse (571 SM), “kenali rakyatmu, hiduplah bersama mereka….” maka Doni Monardo pun meminta para prajurit Siliwangi tinggal di rumah penduduk, hidup bersama mereka, dan dari sana mengubah perilaku masyarakat.

Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita. (*)

Tags:
Kuliah Umum Doni MonardoMemukau Calon Dokterkuliah umumDoni MonardoDoni Monardo Memukau Calon Dokter

Administrator

Reporter

Administrator

Editor