JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua YLKI mengatakan kebijakan ini absurd terkait saat pemerintah memutuskan perjalanan darat minimum 250 km wajib PCR dan Antigen yang berlaku untuk wilayah Jawa - Bali.
Aturan ini berlaku bagi kendaraan pribadi maupun angkutan umum yang tertuang dalam Surat Edaran Kemenhub Nomor 90 Tahun 2021 yang berlaku efektif mulai 27 Oktober 2021.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi mengatakan, pelaku perjalan juga harus menunjukkan surat keterangan hasil RT-PCR maksimal 3x24 jam atau antigen maksimal 1x24 jam sebelum perjalanan.
Aturan itu juga berlaku untuk pelaku perjalanan yang menggunakan motor atau mobil pribadi.
"Ketentuan syarat perjalanan tersebut berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan," kata Budi kepada wartawan, Senin (1/11/2021).
Budi mengimbau bagi para pemimpin daerah baik gubernur, wali kota, Satgas Covid-19 pusat dan daerah, UPT Ditjen Hubdat, maupun penyelenggara/operator sarana pra sarana transportasi darat seluruhnya dapat berkoordinasi serta melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan aturan ini di daerah-daerah.
Budi menambahkan, khusus pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan logistik yang melakukan perjalanan dalam negeri di wilayah Jawa dan Bali, berlaku ketentuan yakni, wajib menunjukkan kartu vaksin dosis lengkap dan surat keterangan hasil negatif polymerase chain reaction (PCR) dan rapid test Antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 14x24 jam sebelum keberangkatan.
"Wajib menunjukkan kartu vaksin dosis pertama dan surat keterangan hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 7x24 jam sebelum keberangkatan," ujarnya.
Selain itu, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan apabila belum mendapatkan vaksinasi.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, kebijakan PCR memperlihatkan kegiatan bisnis dibaliknya.
Ia mengatakan, jika syarat tersebut diterapkan maka masyarakat akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk tes Covid-19 ketimbang ongkos transportasi.
Tonton juga video "Pemprov DKI Targetkan Tambah 1.000 Sekolah Untuk Mengukuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas". (youtube/poskota tv)
"Wacana kebijakan wajib tes PCR dan antigen bagi pengguna ranmor hanya bagus di atas kertas saja. Tapi pada tataran implementasi kebijakan tersebut menggelikan dan mengada-ada, nuansa bisnisnya makin kentara," kata Tulus.
Tulis menegaskan, kebijakan ini absurd karena pengawasan di lapangan akan berpotensi pada kerumunan masa dan lalu lintas akan terganggu.
"Pengawasan di lapangan juga sangat susah potensi membuat 'chaos lalu lintas', khususnya untuk pengguna ranmor pribadi. Akibatnya malah menimbulkan kerumunan," ujarnya. (rizal)