JAKARTA,POSKOTA.CO.ID - Wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) untuk naik bus Transjakarta di masa PPKM Darurat, dinilai sebagian calon penumpang hanya menyusahkan rakyat kecil.
Seperti yang diungkapkan Empuh Supriatna (50) yang berprofesi sebagai pedagang asongan, harus gagal naik bus Transjakarta lantaran tak memiliki STRP.
Dirinya pun merasa kesal dengan aturan tersebut. Menurutnya, STRP hanya bisa dimiliki oleh para pegawai yang bekerja disebuah perusahaan.
Sedangkan dirinya yang berprofesi sebagai pedagang asongan, tak tau cara mengurus STRP. Empuh menilai aturan tersebut hanya akan mempersulit rakyat.
"Kasihan masyarakat Jakarta, kalau bisa aturan itu mempermudah rakyat, bukan mempersulit rakyat. Kasihan kita rakyat," gerutunya saat ditemui di Halte Transjakarta Terminal Tanjung Priok, Rabu (14/7/2021) sore.
Empuh merasa heran, karena pada pagi tadi, saat berangkat beraktivitas, dirinya diperbolehkan menaiki bus Transjakarta dari halte Jembatan Besi, hanya dengan menunjukan surat vaksinasi dan pengantar dari RT/RW tempatnya tinggal.
"Padahal saya ada surat vaksin sama keterangan pengantar RT RW. Tadi pagi saya naik ini bisa dari (halte) Jembatan Besi," kata warga Angke, Jakarta Barat tersebut.
Namun, saat hendak pulang, dirinya dilarang oleh petugas memasuki halte bus Transjakarta terminal Tanjung Priok, meski sudah menunjukan kedua surat tersebut.
"Alasannya harus ada surat pengantar atau keterangan dari tempat bapak kerja. Tapi saya bukan pegawai, hanya pedagang asongan," keluhnya.
Karena tak bisa pulang menggunakan Transjakarta, Empuh pun bingung memikirkan bagaimana agar dapat sampai ke rumahnya.
Pasalnya angkot maupun bus kota yang biasa ngetem di terminal Tanjung Priok sudah tidak nampak depan matanya lagi.
Senada dengan Lina (38), calon penumpang lainnya, yang gagal naik bus Transjakarta lantaran tak memiliki STRP.
Lina yang berprofesi sebagai petugas kebersihan itu mengaku tidak mengetahui aturan baru tersebut.
“Saya kan enggak tahu, jadi saya enggak punya. Enggak bawa apa-apa, baru lihat tulisannya tadi tuh di sana,” ucapnya.
Lina yang hendak pulang seusai bekerja di kawasan Kota Tua pun, terpaksa memilih angkutan umum lain agar bisa sampai ke rumahnya.
Dengan begitu, Lina harus merogoh kocek lebih dalam untuk dapat pulang ke rumahnya lantaran tak bisa naik bus Transjakarta.
“Saya naik angkot saja lah. Kalau Transjakarta kan langsung, kalau angkot turun lagi, nyambung lagi,” kata Lina.
Lina pun berniat mengurus STRP esok hari agar dapat menaiki Transjakarta yang biayanya lebih murah dibanding angkutan umum lainnya.
“Ya mau enggak mau bikin STRP. Biar gampang saja pulang begitu. Terus bisa berangkat naik Transjakarta,” pungkasnya. (yono)