Rupanya Kades Jarwoto, 46, dari Lamongan (Jatim) ini diam-diam penganut paham “bendotiyah” juga. Biar Lastrini, 33, bekas pembantunya, yang penting rasanya Bung! Bini Sandiman, 39, tersebut dikawin siri dan ketika digerebek suami bersama polisi, Lastrini sudah sempat digauli Pak Kades 30 kali!
Pembaca masih ingat iklan rokok Pak Bendot Srimulat? Biarpun rokok itu tampilannya sederhana dan harganya murah meriah, dia punya prinsip: yang penting rasanya Bung! Taglin Pak Bendot semacam itu sangat populer di tengah masyarakat, terutama di kalangan kawula muda. Diolok teman karena pacari cewek jelek, sang pemuda mendadak jadi penganut Pak Bendot dengan mengatakan, “Yang penting rasanya Bung!”
Jarwoto yang menjadi Kades di wilayah Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, ternyata diam-diam juga menjadi penganut aliran “bendotiyah” yang fanatik. Dalam urusan asmara cinta jika tak mau diistilahkan “selangkangan”, dia tak memandang status atau bibit bobot dan bebet sebagaimana lazimnya orangtua Jawa. Yang penting bagi Pak Kades bukan siapa dan bagaimana, yang penting rasa!
Bila Presiden Abraham Lincoln dari AS (1861-1865) menghapus perbudakan, Kades Jarwoto juga tak mau memandang rendah pembantu rumahtangganya. Di rumahnya, tak ada dikotomi antara majikan dan pembantu. Lastrini yang sudah beberapa tahun ikut bersamanya, diperlakukan sebagai keluarga sendiri. Di rumahnya tak ada kamar tidur pembantu, tak ada WC/kamar mandi pembantu. Kamar mandi yang dipakai Lastrini, juga dipakai oleh keluarga Jarwoto.
Lastrini sampai diperlakukan istimewa semacam itu, karena penampilannya juga istimewa meski tanpa telur. Hanya status saja pembantu, tapi pisik dan penampilannya sangat menarik, wajah juga cantik. Jika tinggal di Jakarta dan ada koneksi dengan rumah produksi, dia bisa dikasting untuk menjadi pemain sinetron sejuta episode. Biar sudah nenek-nenek masih sinetronan terus saking cantiknya.
Karena kecantikan pembantunya tersebut, lama-lama Pak Kades terpikat bahkan ada niatan untuk mengambil istri. Dibanding dengan istri sendiri, Lastrini memang jauh lebih cantik dan lebih muda. Apa lagi yang di rumah sudah beberapa kali “turun mesin”, sehingga pintunya tak bisa ditutup rapat. Memangnya mau poligami? Tiba-tiba hati nurani mengingatkan, “Jagalah hati, jangan kau sakiti.....!”
Tiba-tiba Lastrini resign (mundur) karena menikah dengan Sandiman, lelaki yang jauh lebih tua dari Pak Kades. Mendadak Jarwoto merasa iri, yang lebih tua saja bisa dapat bini kinclong, kenapa dirinya tidak. Lagi-lagi hati nurani mengingatkan, untuk jaga hati. Katanya, menejemen kolbu lebih susah ketimbang menejemen kelambu jika berani poligami.
Tapi begitulah Pak Kades, karena sudah kadung kesengsem pada eks pembantunya, keberadaan Lastrini terus dimonitor. Dia ikut prihatin ketika mendengar dikawin Sandiman kehidupannya juga tak membaik. Bertolak dari sinilah Jarwoto jadi bernafsu untuk masuk aliran “bendotiyah”. Di kala suami Lastrini tak di rumah dia menyambangi dan menawarkan opsi kawin siri. Ternyata Lastrini tak keberatan.
Lastrini kemudian dikontrakkan rumah dan Mei lalu benar-benar dikawin siri. Karena bersuami dua, tentu saja eks pembantu itu pontang-panting. Di hari-hari tertentu dia harus cari alasan untuk bisa tinggal bersama Kades Jarwoto. Karena hari itu hanya ada 7 dalam seminggu, Pak Kades hanya kebagian Senin, Kamis, Sabtu. Itu pun hanya beberapa jam dalam setiap harinya. Repot kan Aa Jarwo mengatur menejemen kelambu?
Lama-lama skandal Pak Kades tercium oleh Sandiman, sehingga dia lapor polisi untuk menggerebek pasangan mesum itu. Pas penganut paham “bendotiyah” itu tinggal serumah, polisi menggerebeknya. Keduanya segera diusung ke Polsek Turi. Dalam pemeriksaan Kades Jarwoto mengakui bahwa Lastrini sudah dikawin siri sejak Mei lalu. Dalam tempo belum ada sebulan itu Lastrini mengakui sudah 30 kali digauli Pak Kades.
Soal begituan kok sempat-sempatnya bawa kalkulator segala. (GTS)