SERANG, POSKOTA.CO.ID - Masyarakat Baduy menolak dengan tegas wilayah adatnya dijadikan sebagai objek wisata, pasalnya daerah yang mereka tempati itu merupakan tanah ulayat yang harus dijaga kelestariannya serta dilindungi oleh negara.
Untuk itu, masyarakat Baduy meminta kepada pemerintah agar menghentikan kegiatan masyarakat yang bertujuan ingin berwisata ke desa Baduy, meskipun dengan dalih penamaan wisata budaya.
Hal itu dikatakan Jaro Saidi Saputra, Tanggungan Jaro ke-12 leluhur masyarakat Baduy dalam acara Seba Gede Baduy, di pendopo lama Gubernur Banten, Sabtu malam (22/5/2021).
Hadir dalam acara tersebut kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dindikbud Provinsi Banten Muhammad Tabrani yang mewakili Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni serta pemerhati budaya Baduy, Uday Suhada.
Jaro Saidi mengatakan, keberadaan masyarakat Baduy tidak ingin dijadikan sebagai objek wisata.
Hal itu dikarenakan, ketika dijadikan objek wisata maka akan ada perubahan-perubahan adat serta lingkungan yang terjadi.
"Sementara itu kami ingin tetap mempertahankan tradisi, budaya serta tanah yang diwariskan dari leluhur kami. Kami ingin tetap seperti ini, hidup dengan aturan yang sudah kami miliki," jelasnya.
Diakui Jaro, pihaknya sejak tahun 2007 lalu sebenarnya sudah melakukan musyawarah dengan aparat desa lainnya.
Hasil dari rapat tersebut, terciptalah sebuah Peraturan Desa (Perdes) nomor 1 tahun 2007 yang mengatur tentang Saba Baduy.
"Namun sayangnya Perdes ini belum tersosialisasikan secara maksimal, sehingga masyarakat yang datang ke Baduy lebih banyak ingin berwisata," ujarnya.
Dalam Perdes itu, lanjut Jaro, masyarakat luar dipersilahkan datang ke Baduy, namun bukan dalam rangka berwisata, tetapi lebih kepada Saba atau dalam kata lain silaturahmi.
"Kalau berwisata kami tidak mau, tetapi kalau mau nyaba, tiga hari sekali juga kami siap. Di rumah warga yang manapun mau menginapnya kami siap," ucapnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dindikbud Banten M. Tabrani menyambut baik permintaan masyarakat Baduy tersebut.
Pihaknya juga sepakat ada perubahan kata wisata budaya Baduy dengan Saba budaya Baduy.
Karena memang masyarakat Baduy bukan menjadi objek yang harus ditonton dan dilihat.
"Saya kira kalau itu baik bisa kita sepakati, mudah-mudahan Kabid Kebudayaan nanti bisa mensosialisasikan, apalagi Perdesnya sudah ada, tinggal disosialisasikan. Nanti kami bantu mensosialisasikan," ujarnya.
Tabrani berharap dengan disosialisasikannya Perdes ini, setiap orang datang ke Baduy mereka tidak menjadikan masyarakat Baduy sebagai tontonan yang dilihat, tetapi mereka bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan bersama masyarakat Baduy di sana.
"Misalnya ketika mereka nyaba, harus menjaga lingkungan, jangan buang sampah sembarangan. Menjaga apa yang diaturkan disana, jangan membuat kotor, memotong tumbuhan dan lain sebagainya," jelasnya.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni.
Dalam pernyataannya Andra mengaku sepakat dengan permintaan masyarakat Baduy bahwasannya mereka bukan objek untuk ditonton, mereka juga punya Perdes nomor 1 tahun 2007 yang mestinya kita pelajari dan tindaklanjuti agar kekayaan Banten ini harus tetap dijaga dan dipelihara.
"Suku Baduy ini konsisten setiap tahun melakukan Seba kepada pemerintah yang sah," ucapnya. (kontributor banten/luthfillah)