Mulyanto menambahkan, sumber daya nikel yang besar, terkandung di dalam bumi Indonesia, ini harus dikelola secara efisien agar dapat memberi nilai tambah lebih tinggi. Sehingga dapat mendatangkan multiflyer effect terhadap pembangunan nasional yang semakin besar pula.
Baca juga: DPR Minta Pemerintah Tingkatkan Nilai Tambah Nikel Sebelum Diekspor
Meski begitu Mulyanto minta pemerintah membuat perencanaan dan aturan yang ketat terkait pengelolaan nikel ini. Jangan sampai SDA yang dimiliki ini habis dieksploitasi tapi tidak memberi manfaat bagi kemakmuran rakyat banyak.
Pemerintah harus menjamin booming nikel ini mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat. Bukan hanya menyejahterakan segelintir pengusaha smelter. Apalagi jika malah mendatangkan kerusakan lingkungan.
"Kita harus eman-eman kekayaan alam kita untuk memakmurkan masyarakat. Bukan malah menyisakan lingkungan rusak dan laut yang tercemar, yang pada gilirannya hanya akan menyengsarakan rakyat," ujar Mulyanto.
Baca juga: Nikel Berpotensi Unggulan, Pemerintah Harus Siapkan Tata Kelola Hulu Hingga Hilir
Menurut data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019 mencatat bahwa Indonesia rupanya negara produsen dan penyumbang kebutuhan nikel terbesar dunia. Dari total produksi nikel dunia yang berjumlah 2,668 juta ton Ni, Indonesia ternyata menyumbang sekitar 800 ribu ton Ni dalam kurun waktu sepanjang tahun 2019.
Jumlah tersebut secara otomatis menobatkan Indonesia sebagai negara produsen bijih nikel terbesar di dunia. Disusul oleh Filipina dengan jumlah 420.000 ton Ni, Rusia 270.000 ton Ni, dan Caledonia 220.000 ton Ni.
Sumber daya dan cadangan nikel dimiliki Indonesia pun masih cukup tinggi. Tercatat hingga Juli 2020, total neraca sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 11,88 miliar ton, sedangkan total sumber daya logam nikel sebesar 174 juta ton. Sumber daya ini tersebar di tiga provinsi yaitu di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku utara. (rizal/ys)