POSKOTA.CO.ID - PT Pertamina membantah tuduhan adanya bahan bakar minyak (BBM) Pertamax oplosan yang beredar di masyarakat.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan bahwa BBM Pertamax yang digunakan masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi.
“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” ucap Fadjar.
Baca Juga: Dirut Pertamina Diduga Oplos Pertamax dalam Korupsi Minyak, Warganet: Rakyat Ditipu Tiap Hari
Ia menyebutkan ada narasi yang keliru dalam pemaparan Kejaksaan Agung. Kemudian, ia menjelaskan bahwa yang dipermasalahkan Kejaksaan adalah pembelian RON 90 dan 92, bukan terkait adanya oplosan BBM Pertalite jadi Pertamax.
Fadjar juga menegaskan bahwa produk Pertamax yang beredar di masyarakat sudah sesuai, adapun lembaga yang bertugas melakukan pemeriksaan ketepatan spesifikasi produk tersebut Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat sesuai spesifikasi masing-masing,” ujarnya.
Peran 7 Tersangka dalam Korupsi Minyak Pertamina
Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi minyak dan dugaan adanya Pertamax oplosan.
Dalam keterangan resminya, Kejaksaan menetapkan Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin (Diretur Feedstock and Produck Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional) dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional) dan Yoki Finardi (Dirut PT Pertamina International Shipping) sebagai tersangka.
Kemudian tiga pengusaha minyak turut dijadikan tersangka, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim) dan Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak).
Dalam melancarkan aksi korupsi ini, Riva selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga melakukan pengondisian penurunan produksi kilang bersama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono, sehingga minyak mentah dalam negeri tidak terserap dan terpaksa harus melakukan impor.
Baca Juga: Profil Riva Siahaan, Dirut Pertamina Patra Niaga yang Jadi Tersangka Korupsi
Kemudian Sani dan Agus memenangkan broker minyak mentah produk kilang secara melawan hukum dan mengharuskan negara membayar fee sebesar 13-15 persen.
Lalu, Yoki Finardi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping melakukan mark up kontrak pengiriman saat impor minyak mentah dan produk kilang.
Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa mendapatkan keuntungan dari pengiriman impor minyak mentah dan produk kilang tersebut.
Selanjutnya, Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo yang melakukan komunikasi dengan Agus Purwono supaya dapat memperoleh harga tinggi meski syarat belum terpenuhi.
Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa tersangka Riva Siahaan melakukan pembelian minyak untuk RON 92, namun sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
Selanjutnya, RON 90 tersebut dioplos di depo/storage untuk diubah menjadi RON 92 dan hal tersebut dilarang.
Dalam kasus ini Kejaksaan memeriksa 96 saksi, dua orang ahli dan menyita 969 dokumen serta 45 barang bukti elektronik.
Kejaksaan pun menyebutkan akibat dari perbuatan dugaan korupsi tersebut, negara mengalami kerugian sekira Rp193,7 triliun.