Terbitkan HGB dan SHM di Kawasan Pagar Laut Tangerang, Ombudsman Minta Penjelasan

Senin 20 Jan 2025, 22:59 WIB
Penyegelan yang dilakukan oleh KKP di pinggir laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Rabu, 15 Januari 2025. (Sumber: Poskota/Ihsan)

Penyegelan yang dilakukan oleh KKP di pinggir laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Rabu, 15 Januari 2025. (Sumber: Poskota/Ihsan)

POSKOTA.CO.ID - Munculnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pada kawasan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten membuat Ombudsman RI Perwakilan Banten angkat bicara. Pihaknya pun meminta kejelasan megenai penerbitan sertifikat tersebut.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten Fadli Afriadi menegaskan jika sampai ada penerbitan sertifikat HGB-SHM pada kawasan tersebut, artinya kawasan perairan tersebut telah dianggap sebagai daratan.

Sementara diungkapkannya hal tersebut kontra dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 menyangkut ketentuan mengenai pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).

Baca Juga: VIRAL Muncul Sertifikat HGB dan SHM di Kawasan Pagar Laut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Janji Bereskan Secepatnya

Dalam putusan tersebut ditegaskan Fadli menyatakan bahwa laut adalah milik publik dan dipegang oleh negara serta tidak ada hak kepemilikan, sedangkan yang diberikan di laut adalah izin pemanfaatan.

“Ini kan yang harus diperjelas, sebenarnya ini seperti apa. Ya, agar masyarakat tidak bertanya-tanya, kita meminta secepatnya apakah Kanwil BPN (Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional) atau Kantah (Kantor Pertanahan) untuk menjelaskan posisinya seperti apa sih kok bisa sampai keluar HGB?” ungkap Fadli kepada wartawan pada Senin, 20 Januari 2025.​​​​​​​

Dikatakan Fadli apabila memang ada kekeliruan, sebaiknya hal tersebut secepatnya dikoreksi agar tidak berlarut dan dapat meringankan kinerja pemerintah untuk program kerja Astacita.

Lalu Fadli pun menyatakan apabila sebuah daratan telah digerus dengan perairan maka wilayah yang terkena itu tidak bisa dikeluarkan SHM karena dianggap tanah tersebut musnah.

“Nah pertanyaan sekarang, ini laut bukan? Kalau itu memang clear laut, makanya Pak Nusron (Menteri ATR/BPN) memastikan garis pantainya di mana, biar jelas dulu statusnya nih, clear nggak bahwa itu di laut?” tuturnya.

Baca Juga: Muncul Pagar Laut Sepanjang 30 Kilometer, Menteri KKP Mengaku Kecolongan Sudah Dibangun Sejak 2023

Dikatakannya sebaiknya masalah ini diusut hingga tuntas. “Kalau memang secara data citra satelit bahwa itu memang clear di laut, ya itu perlu pendalaman lagi, kok bisa HGB-nya keluar? Itu kan pertanyaan berikutnya,” tegas Fadli.

Ia mengatakan kalau pagar laut ke depan diklaim sebagai kawasan reklamasi maka langkah reklamasi harus dilakukan terlebih dahulu, dan mengurus perizinan yang cukup panjang.

Oleh karena itu, menurut dia, perlu ada pembuktian dan verifikasi soal status kawasan pagar laut tersebut jika dahulunya tanah girik yang terkena abrasi.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sampai meminta maaf atas kegaduhan tersebut. "Kami atas nama Menteri ATR/Kepala BPN mohon maaf atas kegaduhan yang terjadi kepada publik," beber Nusron, kepada wartawan pada Senin, 20 Januari 2025.

Diakuinya bahwa dirinya membenarkan adanya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut tersebut. Bahkan terungkap pemilik sertifikat HGB ialah Sugianto Kusuma alias Aguan. Hal ini didasari pada salah satu perusahaan miliknya memegang sertifkat atas nama PT Cahaya Inti Sentosa yang merupakan anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). 

Ditegaskannya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bakal melakukan investigasi terhadap polemik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang ada di perairan itu.

Nusron mengatakan dalam investigasi, pihaknya mengutus Direktur Jenderal (Dirjen) Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Virgo Eresta Jaya.

Baca Juga: Menteri Airlangga Bantah PSN di PIK 2 Terkait Pagar Laut

"Kementerian ATR/BPN telah mengutus Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Pak Virgo, untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) terkait garis pantai kawasan Desa Kohod," bebernya.

Langkah itu ditambahkannya bertujuan untuk memastikan apakah bidang-bidang tanah tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai. Berdasarkan data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak 1982 akan dibandingkan dengan data garis pantai terbaru hingga 2024.

Menteri Nusron mengaku telah melakukan penelusuran awal bahwa di lokasi tersebut telah terbit sebanyak 263 bidang, yang terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, 9 bidang atas nama perseorangan.

Selain itu, ditemukan juga 17 bidang sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut. Kementerian ATR/BPN menyampaikan jika dari hasil koordinasi pengecekan tersebut sertifikat yang telah terbit terbukti berada di luar garis pantai, akan dilakukan evaluasi dan peninjauan ulang.

Untuk itu Nusron pun berjanji kementeriannya akan segera menyelesaikan masalah ini secara terbuka, dengan transparansi penuh, tanpa ada yang disembunyikan demi menghindari potensi kesalahan lebih lanjut.

Berita Terkait
News Update