POSKOTA.CO.ID - Komisi III DPR memanggil Kapolres Jakarta Timur dan korban penganiayaan oleh anak bos toko roti yaitu DA dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Audiensi itu digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 17 Desember 2024 dan dipimpin oleh Ketua Umum Komisi III DPR, Habiburokhman.
Dalam pertemuan itu, DA menceritakan kronologi dari mulai mendapatkan penganiayaan oleh GSH di Penggilingan, Jakarta Timur hingga membuat laporan polisi.
Selain kronologi penganiayaan terhadap DA, Komisi III DPR menyoroti soal dua bulan lamanya laporan dibuat oleh terlapor dan belum juga menemukan titik terang hingga kini GSH sudah ditangkap polisi.
Pasalnya, kasus penganiayaan yang telah dilaporkan sejak dua bulan lalu itu baru diusut saat video penganiayaan beredar dan viral di media sosial.
Melansir dari kanal YouTube TVR Parlemen, anggota Komisi III DPR, Irjen Polisi (Purn) Rikwanto merasa heran dengan kinerja polisi yang dinilai lamban.
Khususnya dalam menangani kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak bos toko roti GSH terhadap karyawati, DA.
Tak lupa ia mengawalinya dengan mengucapkan terima kasih kepada jajaran Polres Metro Jakarta Timur yang sudah berhasil menangkap GSH.
“Pak Kapolres terima kasih sudah ditangkap. Terima kasih sudah diusut tuntas pelakunya dengan gerak cepat. Proses penangkapannya saat ini sudah ditahan ya,” kata Rikwanto yang dikutip Poskota pada Rabu, 17 Desember 2024.
Lebih lanjut, ia menyampaikan rasa heran sebagai pensiunan Jenderal polisi merasa penanganan kasus ini cukup lama sejak korban membuat laporan pada Oktober 2024.
“Saya tadi lihat penyelidikannya hampir satu bulan, penangkapannya hampir satu bulan juga, itupun setelah viral,” katanya.
Menurutnya, kasus penganiayaan tersebut tidaklah harus memakan waktu yang lama dengan bukti yang sudah cukup kuat.
“Ini jadi catatan juga seharusnya itu bisa lebih cepat lagi, saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu, kalau kita fokus kerja langsung ditangani, 3 sampai seminggu itu selesai,” ucapnya.
Rikwanto mengatakan bahwa penanganan polisi dinilai lamban dan akhirnya menimbulkan pertanyaan di masyarakat terkait kinerja Polri khususnya di Polres Metro Jakarta Timur.
Menurutnya, kasus penganiayaan yang dialami DA merupakan tindak penganiayaan yang terbuka dan nyata. Sehingga, kinerja Polres Metro Jakarta Timur bisa lebih cepat.
“Itu kasus nyata, kelihatan dan terbuka. Tinggal gercepnya anggota itu. Ini jadi pertanyaan masyarakat juga, koreksi juga kepolisian terutama Jakarta Timur,” katanya.
“Sampai muncul di media itu ‘no viral, no justice, no viral, no attention, no justice’,” lanjutnya.
Tampak geram dengan penanganan kasus yang dianggap lamba, hingga Rikwanto menyinggung kasus harus viral terlebih dahulu jika ingin ditangani oleh kepolisian.
“Apa viral dulu baru kemudian cepat gerakannya? Ini juga pelajaran bagi kepolisian di tempat lain,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Polri dibayar untuk menegakkan hukum. Maka dari itu, penanganan laporan masyarakat harus diusut dengan cepat tanpa pilih-pilih.
“Apapun kasusnya, siapapun pelapornya, perlakuannya sama di muka hukum. Polri dibiayai negara, dikasih kewenangan, perlengkapan untuk menegakkan hukum” ucapnya.
Cek berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan follow WhatsApp Channel POSKOTA untuk update artikel pilihan dan breaking news setiap hari.