Aksi arogansi belakangan masih sering terjadi, kadang seolah dipertontonkan di
hadapan publik. Tak hanya di lingkungan terbatas, bahkan beberapa kasus terjadi
di tengah keramaian banyak orang.
Setidaknya terdapat dua kasus yang belakangan viral, menyusul aksi seorang pria
yang memaksa siswa SMAK Gloria 2 Surabaya, Jawa Timur. Kasusnya berlanjut ke proses hukum.
Satu lagi, arogansi di jalan tol Bekasi, Jawa Barat. Dari narasi video yang beredar, pengendara sedan membuka kaca jendela mobilnya, lalu mengacungkan benda
mirip pistol kepada pengendara lain yang hendak menyalipnya.
Belum jelas,apakah yang diacungkan itu, benar senjata api, pistol mainan atau benda mirip senjata api. Kasus masih diselidiki pihak kepolisian.
“Kita sebagai rakyat kecil merasa prihatin atas peristiwa yang mempertontonkan
sikap arogansi di ruang publik,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Cuma prihatin, nggak ada komen lain?,” tanya Yudi.
“Ya mau komen apalagi. Itu lebih menyangkut kepada perilaku individu yang dipicu karena emosi yang datang tiba-tiba,” kata Heri.
“Emosi mencuat karena ketersinggungan atau merasa dirinya diremehkan, padahal
di luar sana, di lingkungannya, disegani dan dihormati oleh orang –orang di
sekitarnya,” kata mas Bro.
“Oh gue paham karena di lingkungannya dihormati, dan dihargai, maka begitu
diremehkan, lantas unjuk kekuatan kepada mereka yang meremehkan, inilah saya, dengan mempertontonkan kekuatan yang dimilikinya, gitu,” kata Yudi.
“Sepertinya tak jauh dari itu. Tak hanya unjuk kekuatan, adakalanya unjuk
kekuasaan. Itulah yang kemudian disebut arogansi kekuatan dan kekuasaan,”
“Maksudnya arogansi muncul karena memiliki jabatan?,” tanya Yudi.
“Kekuasaan tak hanya menyangkut pangkat dan jabatan di institusinya. Bisa karena
kemampuannya menguasai dunia bisnis. Karena hartanya bisa mendatangkan
kekuasaan dan kekuatan,” urai mas Bro.
“Mestinya kekuatan dan kewenangan yang melekat pada dirinya digunakan untuk
kebaikan , bukan keburukan. Dimanfaatkan untuk menebarkan aksi peduli, bukan
arogansi,” kata Heri.
“Itu kata kalian yang tidak memiliki kekuasan, apa yang mau dijadikan alat untuk
arogan. Yang ada bersikap ngalah, ketimbang urusan menjadi ribet,” kata Yudi.
“Loh banyak juga mereka yang memiliki segudang prestasi, punya pangkat dan
jabatan malah bersikap melindungi, jauh dari arogansi,” jelas Heri.
"Sebagai rakyat kecil, hanya berharap ada kesadaran mengakhiri aksi arogansi di
di hadapan publik. Ingat kontrol sosial ada pada semua lini kehidupan, lebih-lebih di ruang publik. Tak mampu mengendalikan diri, arogansi tak ubahnya
jembatan menuju ‘bunuh diri’ , “ ujar mas Bro. ( Joko Lestari)
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.