Obrolan Warteg: Berbiaya Tinggi Berujung Korupsi

Kamis 21 Nov 2024, 07:03 WIB
Obrolan Warteg: Berbiaya Tinggi Berujung Korupsi. (Poskota/ Yudhi Himawan)

Obrolan Warteg: Berbiaya Tinggi Berujung Korupsi. (Poskota/ Yudhi Himawan)

Jelang pencoblosan pilkada soal politik biaya tinggi yang dapat berujung kepada tindakan korupsi kembali mengemuka, setidaknya disuarakan anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, di sela melakukan fit and proper test calon pimpinan KPK.

“Memang ada hubungannya ya, antara politik berbiaya tinggi dengan korupsi?,” tanya bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.

“Ada hubungannya, jika akibat politik berbiaya tinggi kemudian untuk mengembalikan modal menghalalkan segala cara, di antaranya melakukan korupsi,” kata Yudi.

“Berarti dampak negatif dari politik berbiaya tinggi ya,” ujar Yudi.

“Yang jelas dalam banyak kasus, pejabat daerah korupsi karena dorongan untuk mengembalikan modal politik dalam pemilu, termasuk pilkada,” kata Heri.

“Soal politik berbiaya tinggi disinggung pula oleh Seperti acap diberitakan, hasil kajian KPK menyebutkan untuk menjadi bupati atau wali kota dibutuhkan biaya setidak-tidaknya Rp 50-100 miliar. Biaya politik tinggi juga dikeluarkan para anggota legislatif untuk ikut Pemilu.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari tahun 2004 hingga 2023 menyebutkan anggota DPR dan DPRD yang terjerat kasus korupsi mencapai 344 orang. Sementara sebanyak 161 bupati/wali kota dan 24 gubernur juga terjerat kasus korupsi.

 “Lantas cara mencegahnya , gimana kalian punya usulan nggak?,” kata Heri.

“Yang perlu dicegah dari sumbernya, yang menyebabkan politik berbiaya tinggi itu,” kata Yudi.

“Ya, nggak perlu lagi pakai pemilihan langsung. Pejabat daerah dipilih oleh wakil rakyat,” kata Heri.

“Kembali ke masa lalu dong?, namanya kemunduran demokrasi,” kata Yudi.

“Kalau kembali ke masa lalu, hasilnya lebih baik, kenapa tidak?,” jawab Heri.

“Iya juga. Adakalanya perlu mundur untuk ancang – ancang berlari lebih cepat menggapai tujuan, ketimbang maju tetapi terperosok ke lubang yang dalam,” kata mas Bro.

“Tapi kalau maju ,mundur tidak baik, itu cerminan tidak punya sikap,” kata Yudi.

“Itu sih tergantung. Perang saja kadang maju, kadang mundur sebagai strategi untuk meraih kemenangan,” kata mas Bro.

“Kembali kepada politik berbiaya tinggi, gimana mencegahnya,” tanya Heri lagi.

“Sulit dicegah karena politik berbiaya tinggi tercipta karena situasi dan kondisi. Jadi yang harus dibenahi adalah sistemnya,” ujar mas Bro. (Joko Lestari).

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari. 

Berita Terkait

News Update