BOGOR, POSKOTA.CO.ID – Merespon wacana larangan dagang di TikTokshop, penjual megaku keberatan dan menyebut perlu ada kebijakan khusus yang diambil pemerintah dalam membuat sebuah keputusan.
Salah satu pedagang TikTokshop, Fikri menyebut, kurang setuju dengan rencana pelarangan penjualan atau transaksi di TikTokshop.
"Sebenernya aku pribadi kalo ngomong masalah ditutup, aku pribadi kurang setuju untuk saat ini. Cuma mungkin harus ada kebijakan-kebijakan khusus," katanya saat dihubungi Poskota, Selasa (26/9/2023).
Fikri pun mengaku saat ini tengah terus mengikuti perkembangan terkait kebijakan yang akan diambil pemerintah dalam pelarangan transaksi di TikTokshop ini.
Fikri yang mulai berjualan di TikTokshop sejak musim pandemi atau pada Desember 2021 ini, menjual dagangannya berupa basreng, keripik dan makaroni melalui TikTokshop.
Cara berjualan di TikTokshop, kata Fikri, tak beda jauh dengan marketplace yang lain. Hanya saja, ada beberapa sistem khusus yang dimiliki tiktok sehingga memudahkan pedagang untuk menjaring pelanggan.
"Karena kan tiktok tuh sosial ecommerce lah, terus si konten-kontennya itu bisa dibeli dari si afiliasi, dari keranjang kita, yang berbeda dari marketplace lain tuh pencarian produk. Kalo untuk urusan transaksi emang bisa, kalo emang pembayarannya langsung, atau ada creditcard atau mau COD setau aku kaya gitu si," paparnya.
Fikri menyebut, banyak manfaat dari TikTokshop yang bisa dirasakan oleh para pelaku UMKM. khususnya dari segi branding dagangan.
"Jujur emang proses peralihan waktu, sebenernya aku juga ada offline. Cuma emang wadahnya tuh beda jauh lah dari tiktok, dari segi cost, dari segi traffic orang yang mengunjungi, kemudian branding nya pun lebih enak dari si tiktok," terang Fikri.
Namun disisi lain, lanjut Fikri, ada sedikit masalah yang membuat para pelaku UMKM kerap merugi. Yaitu transaksi langsung antar perusahaan dengan para konsumen, terutama pada bidang fashion, seperti kaos dan lain sebagainya.
"Untuk kategori-kategori lain misal baju gitu ya, 100 ribu dapet 6 atau 7 pcs, ini teh darimana barangnya. Apakah dari pabrik langsung atau darimana, kemungkinan kita (umkm) bakal kalah. Cuma kalo misal basreng atau keripik mah gak memungkinkan import (gak terlalu terganggu)," tambahnya.
Fikri mengaku, dalam sebulan ia bisa meraup omset hingga ratusan juta rupiah dari hasil penjualannya di TikTokshop.
Lebih lanjut, Fikri menyebut, cara jual secara konvensional atau offline jauh lebih sehat ketimbang berniaga melalui onlineshop.
"Sebenernya menurut aku pribadi konvensional jauh lebih enak daripada di online, entah tiktok, atau marketplace lain. Cuma (konvensional) emang ada sedikit kelemahan, karena offline tuh gak mencakup domisili ataupun kapasitas traffic yang datang, dibandingkan di online," ucap Fikri.
Ia mencontohkan, ada beberapa hal yang tak dimiliki cara jual konversi, seperti pengunjung dan juga cakupan wilayah.
"Kalo online kan, dalam waktu satu jam bisa mencakup dari luar daerah ataupun dari traffic yang dihasilkan. Nah si offline tuh gak dapet si poin-poin tersebut. Cuma emang yang aku pribadi di offline tuh, karena kan iklannya dari segi cashflow operasional segala macem tuh lebih enak," ucap pria asal Bandung ini.
Kendati memiliki kekurangan, cara jual konvensional atau offline disebut lebih sehat dalam tata cara berdagang dan lebih sehat pula dalam persaingan harga.
"Kalo di online tuh kalo dari segi harganya tuh kerasa banget pricing warnya. Dari segi banting-bantingan harganya. Apalagi sekarang kan yang lagi konsen banget mah ya produsen yang langsung ngejual ke konsumen, ngecut dari reseller, distributor agen dan segala macem," pungkasnya. (Panca Aji)