Selain itu, cawe-cawe Jokowi juga mengurangi pluralitas dan partisipasi warga negara.
Sebab, demokrasi yang sehat meminta masyarakat menentukan pemimpinnya sendiri sesuai preferensi mereka.
Jika Presiden punya pengaruh besar dalam menentukan calon, maka pilihan politik warga negara seakan dirampas.
Cawe-cawe Jokowi juga turut berdampak terhadap munculnya kekhawatiran atas kekuasaan yang berlebihan.
Cawe-cawe Jokowi akan menciptakan preseden yang berbahaya, karena Presiden nampak punya kendali penuh terhadap proses politik dan pemilihan.
Cawe-cawe Jokowi juga akan merusak kepercayaan publik terhadap proses pemilihan serta integritas lembaga negara.
Tak hanya itu, cawe-cawe Presiden dalam menentukan Capres, memunculkan risiko terjadinya stagnasi politik.
Pasalnya, sejumlah calon yang punya visi baru, gagasan inovatif, atau perspektif yang berbeda, bakal terhalang oleh pengaruh Presiden yang ikut cawe-cawe.
Hal ini tentunya dapat menghambat perkembangan demokrasi dan mencegah perubahan yang diperlukan masyarakat, yang terus berubah dan dinamis.
Potensi abuse of power alias penyalahgunaan kekuasaan tak luput dari potensi masalah yang ditimbulkan akibat cawe-cawe.
Karena itu, Presiden Jokowi mestinya netral.
Indonesia masih membutuhkan kekuasaan Presiden dan negara yang netral.