Jaksa Shandy dengan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila dalam acara 'Dialog Interaktif Menilik Disparitas Antara Vonis Hakim dengan Ketentuan Jaksa Kasus Penembakan Brigadir Yosua'. (angga)

Kriminal

Fakultas Hukum Universitas Pancasila Gelar Dialog Interaktif Terkait Disparitas Antara Vonis Hakim dengan Tuntutan JPU Kasus Ferdy Sambo

Minggu 21 Mei 2023, 15:55 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Perbedaan tuntutan antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam vonis Ferdy Sambo menurut Jaksa Shandy Handika tidak perlu diperdebatkan, hal itu dikatakannya dalam acara 'Dialog Interaktif Menilik Disparitas Antara Vonis Hakim dengan Ketentuan Jaksa Kasus Penembakan Brigadir Yosua' yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Pancasila.

"Perbedaan tuntutan terhadap vonis Ferdy Sambo semula dari kita (Jaksa) tuntutan seumur hidup, tapi majelis hakim memvonis hukuman mati dilatar belakangi dengan saksi berbeda antara JPU dengan hakim," kata Jaksa Shandy di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Mingggu (21/5/2023).

Selain itu Shandy menyebutkan perbedaan tuntutan yang ada tidak perlu dipertentangkan karena dari ras instansi menilai terhadap fakta-fakta hukum di persidangan.

"Sekarang ini Kasasi ke MA Fredy Sambo masih berjalan. Untuk Elizer tidak mengambil upaya hukum karena sudah ikhlas jadi sekarang ini tinggal menunggu hasil keputusan saja," tuturnya.

Terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Dr. Rokcy Marbun, SH, MH mengatakan dialog interaktif dengan mengangkat tema 'Menilik Disparitas Antara Vonis Hakim dengan Ketentuan Jaksa Kasus Penembakan Brigadir Yosua', merupakan ide dari para mahasiswa yang menjadi panitia acara.

"Disparitas antara tuntutan jaksa dengan keputusan hakim terhadap kasus Ferdy Sambo berbeda diangkat para mahasiswa sebagah bahan diskusi. Secara teoritis tema tidak ada masalah jadi hakim punya kebebasan untuk memvonis baik melampaui tuntutan ataupun kurang dari tuntutan karena batasan hakim mutus bukan tuntutan tapi dakwaan," tegas dosen yang juga Ahli Hukum Pidana tersebut.

Menurut Dr. Rocky Marbun, melihat dari bukti-bukti yang ada cukup memberatkan sesuai dengan fakta yang dapat memberatkan bisa dituntut seumur hidup, harusnya dihukum mati boleh-boleh saja karena hal tersebut berdasarkan pertimbangan majelis hakim dan melihat fakta-fakta persidangan yang terungkap.

"Karena memang tadi dikatakan antara hukuman 20 tahun, seumur hidup, atau pidana mati itu sudah berkedudukan setara, jadi hakim boleh milih yang mana," tambahnya.

Para mahasiswa mengangkat tema seperti ini, lanjut Dr. Rocky Marbun terbilang cukup menaik apalagi hal tersebut baru terjadi dengan tersangka Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo Dapat PK atau Tidak?

Terkait hukuman Ferdy Sambo Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis hukuman mati, menurut Dr. Rocky Marbun jika melihat dari Undang-Undang ada di Pasal 100 KUHP yang berlaku di 2025 dengan posisi Ferdy Sambo saat ini maka dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

"Khawatir kalau berlaku UU ini, maka Sambo bisa mengajukan PK. Soal beda pendapat dari temen-temen hal tersebut sudah disampaikan ke komunitas hukum pidana, pertama UU itu berlaku dengan menggunakan akses transisi di KUHP sekarang pasal 1 ayat 2 ketentuan perundang-undangan pidana yang baru diberlakukan ketika diuntungkan terdakwa. Yang satu lagi berpendapat asas UU yang baru mengesampingkan yang lama sehingga berlaku UU ini," jelasnya.

Penyerahan Plakat untuk Jaksa Shandy dengan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila dalam acara 'Dialog Interaktif Menilik Disparitas Antara Vonis Hakim dengan Ketentuan Jaksa Kasus Penembakan Brigadir Yosua'. (angga)

Namun jika dibandingkan melihat Pasal 100 ayat 2 tentang pidana mati, lanjut Dr. Rocky dengan masa percobaan sebagaimana yang disebut ayat 1 harus dicantumkan dalam keputusan PN Jakarta Selatan.

"Jadi putusan Sambo di PN Selatan saat ini dengan kalimat masa percobaan 10 tahun semestinya harus dicantumkan dahulu. Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai satu hari setelah keputusan pengadilan oleh kekuatan hukum tetap sekarang belum tetap. Tapi referensi dari konsep pengadilan baik itu pemeriksaan bukti atau hukum," bebernya.

Sedangkan untuk keputusan Mahkamah Agung (MA) dalam kasasi, tetap hukum yuridis tidak memeriksa yudifaksi.

Sehingga fase ini harus sesuai di sidang pertamanya.

"Penetapan tetap pada vonis di sidang pertama bukan tingkat MA. Kalau misal ada PK jika nanti ada bukti-bukti baru makan justru diuntungkan karena hakim bisa dibebaskan," sambungnya.

Dalam acara tersebut, Dr. Rocky Marbun berharap kritik dari mahasiswa harus dihormati semisal dalam acara diskusi seminar hukum atau tugas akhir (skripsi) terkait kasus Ferdy Sambo.

"Mahasiswa belajar dari kesalahan tidak mungkin langsung benar. Tetap harus digalakkan dengan judul tidak pas jadi menarik perhatian," pungkasnya. 

Sebagaimana diketahui, pada 13 Februari 2023 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Wahyu Iman Santoso dengan anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono, memvonis Ferdy Sambo dengan vonis hukuman mati terkait kasus penembakan tewasnya Brigadir Yosua atau Brigadir J.

Vonis ini lebih berat dari tuntutan penjara seumur hidup Jaksa Penuntut Umum.

Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun.

Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar istri Ferdy Sambo tersebut dipenjara 8 tahun.

Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara.

Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.

Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal.

Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.

Sementara, vonis ringan dijatuhkan terhadap Richard Eliezer atau Bharada E.

Hakim memutuskan menghukum Richard pidana penjara 1 tahun 6 bulan, jauh di bawah tuntutan jaksa yakni pidana penjara 12 tahun.

Atas vonis hakim tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf mengajukan banding.

Banding juga diajukan oleh Kejaksaan Agung, pada saat bersamaan, Kejaksaan Agung memutuskan tidak mengajukan banding atas vonis Richard Eliezer meski putusan mantan ajudan Ferdy Sambo itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa. (angga)

Tags:
Ferdy SamboVonis mati ferdy samboFakultas Hukum Universitas PancasilaUniversitas PancasilaKasus Penembakan Brigadir Yosua

Angga Pahlevi

Reporter

Administrator

Editor