ADVERTISEMENT

Siswi SMAN di Sragen Di-bully Lantaran Tak Pakai Jilbab, KPAI Beberkan Data Kasus Intoleransi di Sekolah

Senin, 14 November 2022 11:19 WIB

Share
Komisioner KPAI Retno Listyarti. (foto: ist)
Komisioner KPAI Retno Listyarti. (foto: ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Seorang siswi SMAN di Sragen berinisial S diduga mendapatkan perundungan dari guru matematikanya karena tak memakai jilbab. Guru matematika bernama SW akhirnya minta maaf usai diadukan ke polisi oleh keluarga S. Orang tua S, AP mengadukan dugaan perundungan ini ke Polres Sragen karena anaknya mengalami tekanan psikis. S dimarahi di depan kelas hingga akhirnya enggan berangkat ke sekolah. 

Usai kejadian tersebut S sempat mau untuk berangkat ke sekolah. Namun, karena diduga dibully oleh kakak kelas, S minta dijemput pulang dan enggan masuk sekolah lagi. S juga memiliki adik yang bersekolah di tempat yang sama, adiknya pun akhirnya tidak berani sekolah juga. 

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengecam,  pembullyan yang dilakukan oleh oknum guru dan sesama peserta didik terhadap anak korban karena tidak mengenakan jilbab. 

"KPAI mencatat bahwa ada kasus serupa di Gemolong, Sragen pada tahun 2020, siswi tersebut akhirnya mutasi ke SMAN lain setelah mendapatkan pembullyan terus menerus, terutama oleh kakak kelas," kata Retno dalam keterangannya, Senin 14 November 2022.

Kedua,  lanjut Retno, Kasus saat ini secara umum menunjukkan bahwa literasi dan moderasi beragama di dunia Pendidikan masih belum cukup baik. Kondisi ini memberi kontribusi bagi terjadinya intoleransi misalnya pelarangan maupun pemaksaan pemakaian jilbab yang merupakan symbol dan identitas kepada pihak lain. 

"Sehingga, diperlukan pelatihan menginternalisasi dan penguatan skill bangaimana mengembangkan literasi dan moderasi beragama pada saat yang akan datang, baik dilingkungan pendidik maupun lingkungan sosial yang lebih luas.

Ketiga, masih sedikit kehadiran pemimpin pemimpin nasional dan local yang bijaksana. Kehadiran mereka sangat dibutuhkan untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Karena kebijaksanaan, mereka tidak mewajibkan yang tidak wajib. 

"Sebaliknya mereka jangan melarang hal yang tidak seharunya dilarang hukum positif yang berlaku di negeri yang majemuk ini. Kerap kali aturan seragam di sekolah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Daerah di wilayah tersebut," ucapnya.

Keempat, bebernya, meskipun aturan pemakaian seragamnya jelas, namun bukan cuma muncul kasus pemaksaan, muncul pula kasus pelarangan penggunaan jilbab, setiap tahun pelajaran baru, misalnya di Gunungsitoli Sumatra Utara (2022), seorang Kepala Sekolah di tempat ini, melarang seorang murid kelas VI memakai jilbab dengan alasan keseragaman, karena murid sekolah ini sebagian besar beragama Kristen dan Katolik. 

"Kasus mewajibkan jilbab di satuan pendidikan, bahkan yang beragama non Islam pun akhirnya juga mengenakan jilbab saat bersekolah,  misalnya terjadi di Padang, Sumatera Barat pada tahun 2021," ucapnya.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Rizal Siregar
Editor: Cahyono
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT