ADVERTISEMENT
Sabtu, 12 November 2022 15:26 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Presiden Jokowi melarang ekspor bijih nikel untuk menguntungkan Indonesia, kenyataannya menguntungkan Cina sebagai salah satu konsumen utama impor nikel dari Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR Rofik Hananto menilai, klaim Jokowi yang mengatakan keuntungan hilirisasi nikel yang awalnya sekitar 15 triliun menjadi US$20,9 miliar atau Rp360 triliun, sebenarnya hal tersebut merupakan dampak dari harga komoditas yang naik saat ini.
Selain, jumlah penambangan nikel yang meningkat, sehingga keuntungan yang dibanggakan tersebut menjadi tidak bermakna.
"Apalagi dikaitkan dengan proses nilai tambah dalam proses pemurnian nikel tersebut. Tanpa mengungkapkan cerita yang utuh dan lengkap, sangat sulit menilai bahwa hilirisasi nikel ini sudah berhasil," ujar politisi PKS ini, Jumat (11/22/2022).
Rofik menuding keuntungan yang sebenarnya digembor-gemborkan oleh pemerintah hilirisasi nikel kita dinikmati oleh Cina, bukan dinikmati rakyat Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam tersebut.
Anggota Komisi VII DPR ini mengungkapkan, hilirisasi nikel telah menguntungkan pihak Cina. padahal seharusnya dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Rofik menyebutkan beberapa fakta di lapangan, antara lain untuk hilirisasi itu sebagian besar bijih nikel di Indonesia, kurang lebih sebesar 95 persen diolah oleh perusahaan Smelter Cina yang beroperasi di Indonesia.
Cina membelinya dari penambang dengan harga murah, karena harga patokan mineral dalam negeri yang kurang dari setengah harga nikel internasional.
“Pemerintah hanya menetapkan harga bijih nikel $34 per ton, sementara di Pasar Shanghai harganya mencapai $80 per ton. Industri smelter Cina ini juga tidak membayar royalti tambang sepeserpun karena mereka tidak menambang langsung,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT