ADVERTISEMENT

Nasib dan Hak Pekerja Migran Piala Dunia Qatar Dicemaskan Meredup

Selasa, 8 November 2022 10:00 WIB

Share
Pekerja migran membangun infrastruktur mutakhir untuk mempersiapkan penyelenggaraan Piala Dunia FIFA 2022.
Pekerja migran membangun infrastruktur mutakhir untuk mempersiapkan penyelenggaraan Piala Dunia FIFA 2022.

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Qatar telah mengubah banyak sistem yang dikenal sebagai “kafala” yang mengikat pekerja dengan majikan mereka dan membuat pekerja hampir tidak mungkin berhenti atau berganti pekerjaan tanpa izin.

Sejumlah lembaga HAM mengatakan sebagian besar sistem itu masih bertahan dengan cara yang berbeda atau sifatnya lebih informal.

Para pekerja asing seringkali masih harus membayar biaya rekrutmen yang sangat tinggi. Hal ini membuat mereka sudah menanggung hutang bahkan sebelum tiba di negara itu untuk bekerja. Majikan juga masih diperkenankan membatalkan visa atau melaporkan mereka yang berhenti karena melarikan diri yang dikategorikan sebagai pelanggaran kriminal.

Equidem, lembaga hak-hak buruh yang berkantor di London, baru-baru ini mengeluarkan laporan panjang yang mendokumentasikan berbagai pelanggaran di lebih dari selusin hotel yang digunakan untuk Piala Dunia.

Laporan itu menyebutkan para pekerja dari Afrika dan Asia menghadapi pelecehan seksual, diskriminasi, pencurian gaji, risiko kesehatan, dan risiko keselamatan yang tinggi.

Peneliti Amnesty International yang berkantor di London, Ella Knight, mengatakan banyak petugas keamanan atau pekerja rumah tangga yang bekerja selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, tanpa hari libur. Meskipun undang-undang mengharuskan libur setidaknya satu hari per minggu.

“Impunitas masih menjadi persoalan besar, sehingga majikan atau pemberi kerja tidak pernah dimintai pertanggungjawaban, atau tidak dihukum dengan cara-cara supaya pelanggaran serupa tidak terulang lagi,” ujar Ella Knight.

Aturan hukum di Qatar melarang pekerja membentuk serikat pekerja atau melangsungkan protes. Pihak berwenang sangat membatasi akses media pada pekerja.

Polisi pada bulan Agustus lalu menahan setidaknya 60 pekerja yang mogok kerja karena upahnya tidak dibayar. Sementara dua wartawan Norwegia pada tahun 2021 lalu ditangkap ketika melaporkan kasus pekerja migran.

Amnesty International dan lembaga HAM lainnya sekarang mendesak badan sepak bola FIFA untuk menganggarkan dana $ 440 juta atau setara dengan total hadiah uang turnamen.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Ignatius Dwiana
Editor: Ignatius Dwiana
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT