JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - AKBP Dody Cs mengajukan diri menjadi Justice Collaborator (JC) ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk kasus peredaran narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa.
Terhadap permohonan menjadi Justice Collaborator ini LPSK mulai mempelajari berkas permohonan tiga tersangka yang mengajukan itu (AKBP Dody Cs, yakni AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti, dan Samsul Ma'rif.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo mengatakan, pihak Kuasa hukum pemohon ketiga tersangka, yakni AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti, dan Samsul Ma'rif sudah melengkapi berkas yang diperlukan.
Selajutnya, ucap Hasto, LPSK akan mempelajari terlebih dahulu berkas-berkas yang sudah diserahkan sebelum masuk ke tahap investigasi dan asesmen.
"Untuk kelengkapan syarat sudah, baik formil maupun materil itu sudah. Sekarang dalam tahap penelaahan oleh LPSK," ujar Hasto saat dikonfirmasi, Minggu (30/10/2022).
Dalam hal penelaahan berkas serta investigasi dan asesmen ini, jelas dia, LPSK memerlukan waktu paling cepat satu minggu usai berkas permohonan tersebut diterima.
Setelah itu, terang Hasto, LPSK akan memutuskan layak atau tidaknya ketiga pemohon mendapatkan perlindungan dan menjadi Justice Vollaborator dalam rapat paripurna.
"Dari hasil penelaahan, asesmen, dan investigasi itu dibuat risalah untuk nantinya diajukan ke rapat paripurna. Nanti yang akan memutuskan adalah tujuh orang pimpinan LPSK," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kuasa hukum AKBP Dody Prawiranegara dan dua tersangka lainnya yakni Adriel Viari Purba meyakini, bahwa kliennya tak bersalah dalam dugaan kasus peredaran narkoba yang melibatkan sejumlah anggota aktif Polri, salah satunya Irjen Teddy Minahasa (TM).
Sebab, kata Adriel, kliennya selaku bawahan Irjen Teddy Minahasa hanya menjalankan perintah dari atasan, termasuk saat dimintai untuk mengganti barang bukti narkoba jenis sabu dengan tawas.
Karenanya, dia menyebut bahwa AKBP Dody siap untuk mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam kasus ini, dan meminta perlindungan dari LPSK.
"Hari Senin kami akan bersurat ke LPSK untuk meminta perlindungan klien kami, satu AKBP Dody, dua ibu Linda Pujiastuti dan ketiga Bapak Samsul Ma’rif," kata Adriel saat dihubungi, Minggu (23/10/2022).
Menurutnya, otak di balik kasus peredaran barang haram ini tak lain adalah Irjen Teddy Minahasa sendiri. Hal tersebut diketahuinya usai mendengar penjelasan langsung dari AKBP Dody yang saat ini tengah dipatsus di Polda Metro Jaya.
“Karena 3 orang ini saksi kunci yang bisa mejelaskan secara gamblang gimana peran pak TM, karena langsung WA langsung (ke klien). Jadi kami akan mengajukan juga Justice Collaborator kalau pengajuan kami diterima LPSK," terangnya.
"Memang desakan, penuh desakan, tekanan penuh tekanan dan akhirnya dia menjalani dengan keadaan tekanan, walaupun dalam hatinya menolak, dia bilang gini, gue ini Kapolres Bukittinggi, dia Kapolda Sumbar, jelas dia pimpinan tertinggi," papar Adriel.
Selain itu, saat dimintai Irjen Teddy Minahasa untuk menggantikan barang bukti narkoba dengan tawas, kata dia, kliennya tersebut sempat menolak karena khawatir akan timbul dampak buruk dari tindakan melawan hukum ini.
"Dia (AKBP Dody) coba menolak, berkali-kali dia bilang gak berani Jenderal, namun pihak TM tetap mendesak dan akhirnya dia terima menjalankan perintahnya agar loyal, walaupun dia tidak punya niat," jelas Adriel.
Bahkan, tambah dia, kliennya juga sempat bertikai dengan orang kepercayaannya yang bernama Samsul Maarif yang saat ini juga merupakan tersangka atas perintah tersebut.
"Makanya dia meminta Arif, tangan kanannya untuk menukar tawas dengan sabu. Arif juga menolak, bahkan mereka (Dody-Arif) ribut, ini perintah pak TM, tau mau gimana, ini penjelas Dody," tutur dia.
Untuk diketahui, Irjen Teddy Minahasa resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan peredatan narkoba yang turut melibatkan sejumlah anggota Korps Bhayangkara, mulai dari pangkat Aiptu hingga AKBP.
"Sudah ditetapkan bapak TM jadi tersangka," kata Dirres Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Mukti Juharsa dalam jumpa pers di Mapolrestro Jakarta Pusat, Jum'at (14/10/2022).
Perwira menengah Polri itu menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Irjen Teddy Minahasa, dilakukan dengan sesuai prosedur yang ada. Di mana, awalnya Irjen Teddy Minahasa diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
"Kemudian dilakukan gelar perkara setelahnya, lalu berdasarkan kecukupan alat bukti, yang bersangkutan ditetapkan menjadi tersangka," ujar Mukti.
"Dalam kasus ini, Irjen Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatera Barat berperan sebagai pengendali dengan barang bukti 5 kilogram sabu yang berasal dari Sumatera Barat," lanjut Mukti.
Dalam kasus ini pula, akibat perbuatannya, Irjen Teddy Minahasa telah dipersangkakan Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
"Dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati, dan minimal hukuman kurungan 20 tahun penjara," ucapnya. (Adam).