Pengantar: Sumpah Pemuda adalah tonggak sejarah perjalanan bangsa. Melalui kolom “Kopi Pagi Harmoko”, kami sajikan 4 tulisan (berseri) dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda. (Azisoko)
“Di era sekarang, tak hanya dibutuhkan pemimpin yang bekerja keras, kerja cepat, dan gesit merespons keadaan, juga mampu membangun harmoni, keselarasan dan keserasian guna memajukan dan memperindah negeri kita” - Harmoko -
Bicara Sumpah Pemuda tak lepas dari sejarah perjalanan bangsa kita sejak dulu hingga kini, sejak era purbakala, Nuswantara - Nusantara hingga negeri kita bernama Indonesia. Kita tahu nama Indonesia secara nasional dicetuskan pada “Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928” yang bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu, bangsa Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini merupakan perwujudan dari adanya pernyataan rasa, aksi, gagasan dan minat yang sama menuju Indonesia merdeka. Ada keselarasan, keserasian – terdapatnya harmoni dalam aksi nyata memperjuangkan bangsanya, negerinya.
Konsep harmoni tak saja keselarasan antara perkataan dan perbuatan, juga antara dirinya dengan lingkungan masyarakatnya, antara dirinya dengan alam semestanya, antara semesta dengan penghuninya (Jagad Besar dan Jagad Kecil).
Leluhur kita telah menerapkan bagaimana menjalankan keharmonian dalam kehidupan sehari – hari, mulai dari lingkup terkecil hingga dalam kelola tata pemerintahan - negara.
Tak berlebihan jika Indonesia, sejak dulu yang bernama “Nuswantara” sangat dikenal di dunia. Tak hanya dikagumi, juga disegani.
Kata Nuswantara sendiri berasal dari bahasa sansekerta. Disebut Nuswantara karena Nuswa yang berarti tempat yang dapat ditinggali - dihuni. Antara berarti di tengah. Makna yang bisa digali lebih dalam dari Nuswantara adalah yaitu tempat tinggal yang selaras dan harmoni diantara pulau - pulau, samudra.
Nuswantara dikenal juga sebagai "Jamrud Khatulistiwa”, sebagai wilayah yang kaya akan hasil bumi, negeri yang luar biasa megah dan indah. Dalam pewayangan diistilahkan “Negara kang panjang pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerto raharjo” – Luas berwibawa yang terdiri atas daratan, dan pegunungan, subur makmur, rapi tentram, damai sejahtera.
Ini tak lepas dari peranan para leluhur kita yang beradat budaya, beradab dan beretika tinggi. Para leluhur yang mampu mengatur kondisi negara sedemikian makmur, kerja ikhlas hanya untuk kepentingan kemajuan kesejahteraan bangsa dan negara, bukan mengutamakan kepentingan dirinya dan kelompoknya.
Para leluhur juga dapat mengetahui tanda - tanda zaman, mampu mendeteksi apa yang kemungkinan bakal terjadi, bisa jadi karena kebersihan hati dan kemurnian jiwa mereka yang dekat dengan Sang Maha Pencipta dan Semesta, disertai ketulusan dan keikhlasan dalam bekerja. Tidak serakah, tidak pula pamrih demi pencitraan guna meraih jabatan dan kekuasaan.
Itulah sebabnya sering dikatakan bahwa Pancasila merupakan hasil pengejawantahan dari pemahaman akan harmoni keselarasan Nuswantara yang digali secara mendalam. Konon konsep Pancasila telah ada sejak masa Kerajaan Salakanagara yaitu abad ke 2 Masehi dan telah mengakar dalam kehidupan keseharian leluhur kita.
Ini yang perlu diaktualisasikan di era kekinian, utamanya para elite politik maupun pemerintahan. Para pemimpin dan pemegang kekuasaan yang merupakan perwakilan dari rakyat, sudah semestinya membawa bangsa ini kepada kehidupan yang lebih harmoni dan selaras secara hikmah kebijaksanaan sebagaimana tertera dalam sila ke-4 Pancasila.
Diantaranya senantiasa mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak serta tak kalah pentingnya keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Ingat! Jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang tidak saja dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kepada publik , juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Apabila jabatan dan kekuasaan disalahgunakan, pasti akan ada hukumannya tersendiri seperti yang kita alami baru - baru ini dalam hal penegakan hukum. Ini sejalan dengan hukum sebab akibat, Yang Maha Kuasa dengan caraNya tersendiri akan mengadakan koreksi terhadap semesta maupun penghuninya tergantung dari skala ketidakselarasan tersebut.
Di era era sekarang, negeri kita makin membutuhkan orang - orang yang tangguh guna menghadapi tantangan yang semakin beragam dan kompleks.
Tak hanya dibutuhkan pemimpin yang mampu bekerja keras, kerja cepat, dan gesit merespons keadaan, tapi juga pemimpin yang berhati bersih, berjiwa murni yang mampu membangun harmoni, keselarasan dan keserasian guna memajukan dan memperindah negeri kita.
Pitutur luhur mengajarkan “Memayu hayuning bawano”- memperindah dunia - mengharmonikan dunia dengan perilaku jiwa murni dan energi kebaikan. “Silih asih, silih asah, silih asuh, silih mawangi” – saling menjaga, saling mendidik, saling memelihara dan saling mendukung. (Azisoko)