ADVERTISEMENT

Nuswantara Jaya Kembali (4)

Kamis, 27 Oktober 2022 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

GLOBALISASI tidak bisa kita tolak, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi harus kita gunakan, tetapi bagaimana memanfaatkan teknologi untuk memperkuat jati diri dan kemajuan negeri.”  -Harmoko-
 
Tantangan pemuda zaman dulu tentu sangat berbeda dengan era kini. Namun, spirit perjuangan menuju Indonesia maju dan sejahtera sebagaimana makna Sumpah Pemuda, tidak boleh sirna. Bahkan, nilai – nilai kejuangan tidak boleh stagnan. Spirit harus selalu diupdate sesuai dengan perkembangan zaman dan selaras dengan jati diri bangsa.

Para leluhur Nuswantara telah meneladaninya. Dengan segala keterbatasan yang melingkupinya, pada zaman itu, tetapi mampu menyatukan negeri, bahkan ‘menguasai’ sejumlah negara tetangga hingga dunia pun terpana.

Jalan memang penuh liku, tetapi berkat perjuangan tanpa kenal lelah, kegigihan, ketekunan, keuletan, kedisiplinan, dan kejujuran serta kebersamaan tanpa prasangka membangun negeri, maka capaian prestasi bukanlah mimpi.

Karakter seperti ini pula yang terus terawat dan terjaga, senantiasa menjadi rujukan perjuangan hingga membuat para pemuda zaman dulu mampu menyatukan Indonesia melalui ikrar "Sumpah Pemuda” pada  28 Oktober 1928.

Mampu menyatukan lebih dari 16.056 pulau menjadi satu tanah air. Mampu menyatukan lebih dari 1.340 suku menjadi satu bangsa. Mampu menyatukan lebih dari 718 bahasa daerah (lokal) menjadi satu bahasa.

Kini sudah terwujud satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dengan bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Kita tentu tidak ingin nilai Sumpah Pemuda terhapus oleh zaman. Nilai kebangsaan itu hanya dimaknai sebagai catatan sejarah. Penafsiran makna harus diaktualkan agar tidak terjadi lost generations.

Karakter kejuangan, adat dan adab budaya bangsa sebagai nilai – nilai luhur Nuswantara yang sudah termanifestasikan dalam Pancasila, sudah semestinya teraplikasi, bukan sebatas terucap dalam kata, apalagi retorika historia semata.

Meski begitu tidak dapat dihindari bahwa jaman iku owah gingsir – ruang, waktu, serta zaman akan selalu dinamis dan berubah. Jagad raya berubah, kita pun ikut berubah. Dunia tertutup awan gelap, kita pun terancam horor berbagai  krisis, mulai dari pangan, energi, ekonomi keuangan, termasuk utang.

Perilaku dan gaya hidup masyarakat pun ikut berubah tergoda dengan arus globalisasi yang serba instan. Tidak dapat dipungkiri di perjalanan kian mengikis, memupusnya jiwa – jiwa Pancasila akibat pengaruh globalisasi dan budaya luar.

Halaman

ADVERTISEMENT

Berita Terkait
1 tahun yang lalu
1 tahun yang lalu

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT