SERANG, POSKOTA.CO.ID - Pemprov Banten mengkalkulasikan piutang daerah yang belum tertagih sampai tahun 2021 mencapai Rp2,3 triliun lebih.
Jumlah itu bersumber dari piutang retribusi, piutang kekayaan daerah yang tertunggak dan piutang pajak daerah yang juga berasal dari delapan Kabupaten dan Kota.
Berdasarkan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP), ada tiga kategori pengkalkulasian piutang daerah yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses penilaian oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Saat ini, Pemprov Banten tengah berupaya melakukan pengaturan dan penghapusan piutang daerah tersebut. Sebab jika tidak segera ditertibkan sebagaimana aturan yang berlaku, piutang itu akan mempengaruhi terhadap opini pengelolaan keuangan dari BPK.
"Kami sedang berupaya untuk mempertahankan predikat WTP yang sudah berturut-turut diperoleh oleh Pemprov Banten," kata Penjabat (Pj) Sekda Banten M Tranggono pada saat kegiatan sosialisasi Pengurusan Piutang Negara/Daerah dan Penghapusan Piutang Daerah, Selasa (2/8/2022).
Tranggono melanjutkan, piutang daerah yang akan dihapuskan itu paling besar berasal dari pajak daerah, dimana besarannya mencapai Rp1,4 triliun, kemudian disusul oleh piutang retribusi sebesar Rp12,4 miliar sedangkan sisanya berasal dari piutang Kekayaan daerah yang tertunggak.
"Saat ini kita baru bisa melakukan penagihan terhadap piutang dari pihak ketiga itu mencapai Rp1,1 triliun, sedangkan sisanya masih kita upayakan salah satunya dengan cara pengaturan dan penghapusan piutang," ucapnya.
Diungkapkan Tranggono, sebenarnya persoalan piutang daerah ini bisa ketika tidak bisa diselesaikan oleh masing-masing Pemda, bisa diserahkan kepada Pantia Urusan Piutang Negara (PUPN). Namun upaya yang saat ini dilakukan oleh BPKAD ini sebuah terobosan, bagaimana nantinya bisa ebih maksimal lagi.
"Dengan sosialisasi ini kedepannya diharapkan persoalan piutang ini bisa segera diselesaikan dengan baik dan tertib, sesuai dengan SOP yang berlaku. Sehingga kita bisa bekerja tanpa rasa was-was," katanya.
Tranggono mengakui persoalan penghapusan itu tidak mudah dilakukannya. Namun jika tidak dilakukan, maka ke depan akan terus menjadi catatan dari BPK karena berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
"Oleh karena itu, dengan adanya kegiatan sosialisasi ini, seluruh pemangku kepentingan diharapkan bisa memahami terhadap tugas dan fungsinya masing-masing, sehingga ketika mengeksekusi tidak ada kesalahan yang berakibat pada persoalan hukum," jelasnya.
Sementara itu Kepala BPKAD Provinsi Banten Rina Dewiyanti mengklaim bahwa pihaknya ingin memberikan salah satu solusi bagaimana kita bisa lebih transparan dan akuntabel dalam menyusun laporan keuangan.
"Angka sementara besaran piutang itu mencapai Rp2,3 triliun yang berasal dari piutang pajak dan retribusi. Nantinya proses penyelesaian yang terkait pajak itu bersama direktorat pajak sedangkan untuk persoalan kekayaan negara bersama DJKN," jelasnya.
Meskipun nanti secara neraca dihapuskan, lanjut Rina, tapi ketika ada pembayaran masuk maka akan tetap tercatat sebagai pemasukan. Hanya saja memang, jika tidak dilakukan penghapusan persoalan piutang itu akan tetap menjadi catatan laporan. (Luthfillah)