JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai porsi penerimaan negara atas ekspor komoditas batu bara kurang maksimal. Padahal tiap tahunnya nilai ekspor komoditas emas hitam ini terus meningkat.
Sebab itu, ia meminta pemerintah merevisi PP 15/2022 tentang penerimaan negara dari royalti ekspor batu bara.
"PP yang berlaku sekarang masih kurang adaptif dengan perubahan Harga Batu Bara Acuan (HBA). Sehingga nilai pendapatan negara tidak dapat maksimal," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Rabu (3/8/2022).
Mulyanto mengatakan saat ini PP hanya mengatur 5 layer HBA. Semakin tinggi harga HBA maka prosentase pajaknya semakin tinggi. Dari rentang presentase pajak 14 persen sampai 28 persen, ketika HBA di atas USD 100/ton, maka pajaknya menjadi 28 persen.
"Jadi menurut saya untuk mengoptimalkan penerimaan negara, maka royalti progressif untuk ekspor batubara yg berlaku efektif bulan Mei 2022 ini harus konsisten dijalankan. Royalti Ini yang lebih realistis. Tidak usah berupa pengenaan pajak ekspor batu bara," terangnya.
Mulyanto juga mengusulkan jenjang royalti progresif ekspor batubara ini ditambah 2 layer lagi sehingga jadi 6 layer. Hal ditujukan untuk HBA di atas 200/ton dikenakan royalti 33 persen dan untuk HBA di atas USD 300/ton dikenakan royalti 38 persen
"Karena ketentuan royalti progresif itu APBN semester I tahun 2022 surplus," ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan, sejak awal tahun 2022, HBA ini terus naik dari USD 158/ton di bulan januari menjadi sebesar US 319/ton untuk Juli 2022. PP No 15/2022 yang terbit bulan April 2022 ini kelihatannya tidak mengantisipasi HBA yang mencapai setinggi seperti sekarang ini.
"PP ini perlu direvisi," tandasnya.(*)