JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Mantan Kabais (Kepala Badan Intelijen Strategis TNI) Laksamana Madya TNI (Purn) Soleman B Ponto menyatakan kalau polisi ingin mengumumkan pembunuh Brigadir J sebenarnya gampang, dengan mengikuti 'buku harian pistol glock' yang ditemukan di lokasi.
Namun, menurut Soleman Ponto, sekarang rasanya, polisi masih hitung-hitung, kalau diumumkan siapa rugi, siapa yang dirugikan. Atau siapa yang terasa rugi. Itu saja. Sebab, ia yakin polisi saat ini sudah tahu siapa pembunuhnya.
Mantan Kabais TNI itu minta polisi tidak perlu berlama-lama berhitung, sebab makin lama makin tidak baik, makin menampakkan adanya pembohongan, menambah deret pembohongan, untuk menetukan pembohongan.
"Sehingga tidak perlu berlama-lama untuk menghitung-hitung. Semakin menghitung, semakin lama maka semakin kelihatan itu pembohongan, kalau istilah polisi, sekali pembohongan akan terjadi pembohongan-pembohongan selanjutnya untuk menentukan pembohongan. Kan itu kalau ilmunya dari polisi," ungkap mantan Kabais Soleman B Ponto.
Nah ini semakin lama akan semakin jauh nanti. Ia mengaku ingat kasus jawara berhadapan dengan perampok. Dua jawara membunuh perampok pakai pisau. Polisi mudah menetapkan siapa tersangka.
"itu, tidak terlalu jauh. Yang mudah-mudah saja, kalau pakai pisau itu sulit, tidak ada namanya, lha kalau pakai pistol kan ada namanya, tinggal cek di gudang senjata. Lihat nomor pistol itu siapa yang pegang," katanya.
"Kalau ketemu, kan tinggal umumkan pistol nomor ini dipegang oleh siapa. Sesuai daftar, selesai kan?" ujarnya.
Hal ini, lanjutanya sudah meletakkan rel kedua, anak tangga kedua, nanti lama-lama akan ketemu. Tapi anak tangga demi anak tangga harus diletakkan sesuai fakta di lapangan.
Kalau fakta di lapangan ada orang mati, berarti ada yang membunuh, kan itu dulu. Lalu membunuh pakai apa? Sudah jelas pakai pistol, ya sudah pistol punya siapa, ketemu kan.
"Ketika pistol sudah jelas punya siapa, tinggal ditanya, kamu ada dimana saat itu? Kalau dia tidak mengaku, Oh tidak tahu, ya nggak mungkin tidak mengku,orang dia yang pegang senjata kok," tandasnya.
Maka itu, lanjut Soleman, jangan dibikin narasi-narasi membuat tanda tanya, misalkan, Kapolres Jaksel Kombes Budhi herdi menjelaskan, pada saat tembak menembak, Kadiv Propam tidak ada di rumah.
"Lha ngapain dibilang tidak ada di rumah, hal itu kan menarik perhatian, seperti itu kenapa disampaikan," ujarnya.
Menurut Soleman, hal itu kan sepertigelas, kalau isi bisa setengah isi, setengah kosong. Lha Kapolres bilang Kadiv Propam saat itu tidak ada di rumah, ini kan setengah kosongnya, beritanya bisa-bisa di rumah, tapi rumah ditutup. "Nah, seperti ini mengundang perhatian, kenapa seperti ini disampaikan," tuturnya.
Lantas, runtutan selanjutnya, dibilang Kadiv Propam tidak ada di rumah karena sedang pergi untuk PCR. Nah, katanya, ini gampang sekali, tanya sopirnya, PCRnya dimana, tempatnya dimana, benar nggak di situ jam sekian.
"Tapi, nah ini melanggar kebiasaan ini tadi, biasanya raja-raja seperti kadiv Propam rasa-rasanya kalau PCR, kalau PCRnya dipanggil, kamu sini, aku periksa. Jaman aku kan Kabais begitu, mungkin beliau lain," ujarnya.
Menurut dia, waktu dirinya menjadi Kabais TNI, waktu tes kesehatan itu tidak pergi ke rumah sakit, Malah tenaga kesehatan TNI diminta datang kepadanya. "Hayo, pergi kesini kamu, aku punya darah ini, periksa," ungkap Soleman.
Soal perginya Kadiv Propam ke tempat PCR itu justru menjadi melemahkan polisi, karena membuka peluang untuk bertanya-tanya. Kalau dicocokkan, menurut Soleman Ponto, justru membuka tabir sendiri setelah dilakukan pengecekan.
"Lha kalau PCR kan, periksa ini. Lha PCR kan bisa saja panggil, ke sini, tapi katanya pergi ke sana. Nah, ini kan buka tabir lagi, gampang, buka tabir sendiri namanya," ujarnya.
Soleman pun mencoba mengecek, berarti Kadiv Propam ke sana ke tempat PCR, nah, di sana bersama siapa? Ada nggak di sana? Dengan siapa datangnya? Ajudan dua kok kenapa ditinggal, ada berapa ajudan.
"Kalau pergi kenapa ajudan ditinggal, kalau saya dulu ajudan ikut terus, lha kenapa ini ajudan dua kok ditinggal. Mungkin punya lebih dari tiga ajudan, saya nggak tahu. Nah ini menimbulkan narasi-narasi membuat masyrakat itu ramai, ini mau kemana perginya," ujarnya. (*/win)