DPR Nilai Pemerintah Loyo Hadapi Tekanan Pengusaha Minyak Goreng
Rabu, 16 Maret 2022 14:50 WIB
Share
Ilustrasi: Kapolsek Bojongsari Kompol M.Syahroni bersama unsur tiga pilar gerebek lokasi tempat gudang penimbunan minyak goreng, lokasiĀ langsung dipasang garis polisi. (Foto: Angga)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar menandakan pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng. 

“Setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET (harga eceran tertinggi, red) minyak goreng curah di masyarakat menjadi sebesar Rp14 ribu per liter pada selasa, 15 Maret 2022," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Poskota, Rabu (16/3/2022).

Sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter. Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar. 

Mulyanto menyebut para penimbun, yang menahan migor murah, akan sorak-sorai merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah serta Mendag yang menjilat ludah sendiri.

Menurutnya, tidak aneh kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah karena pasar migor bersifat oligopolistik. Dari data Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha, pasar migor dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, dominan dikuasai hanya oleh 4 produsen.  

Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik ini. 

"Karenanya, mana sudi mereka diganggu," ujar Mulyanto.

Belum lagi, Mulyanto mengimbuhkan, saat ini harga CPO sedang dalam posisi stabil, menembus angka USD 2.000 per ton. Penerimaan ekspor Indonesia tahun 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar naik 55 persen dibanding tahun 2020 yang hanya USD 18.4 milyar.  

Padahal secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Mulyanto mengatakan tidak heran jika para pengusaha menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya.

Pengenaan domestic market obligation (DMO) CPO sebanyak 20 persen dari kuota ekspor, yang kemudian bahkan dinaikan menjadi 30 persen, sekaligus dengan domestic price obligation (DPO) secara langsung memangkas keuntungan tersebut. 

Halaman
1 2