TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting memberi komentar terkait vonis yang dianggap ringan dan adanya kejanggalan dalam persidangan penembakan dengan terdakwa M, K dan S dalam kasus pembunuhan Ustaz Alex..
Dalam persidangan yang disangkakan dengan Pasal 340 KUHP tersebut Majelis Hakim memvonis terdakwa dengan kurungan penjara 2 Tahun 6 Bulan.
Salah satu dari tiga orang yang divonis itu adalah M pengusaha batubara yang jadi otak pembunuhan Ustaz Alex, dia juga hanya dihukum 2 tahun 6 bulan penjara. Hakim dinilai memberi vonis ringan.
Kasus tragis yang terjadi di Jalan Nean Saba, Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang ini Arman atau kerap disapa Ustaz Alex tewas mengenaskan di depan rumahnya sendiri.
Ustaz Alex tewas dengan satu luka tembakan dibagian dada. Saat itu Ustaz Alex ditembak dari jarak 1 meter oleh sang eksekutor yakni K.
Dalam aksinya, K ditemani oleh S yang merupakan seorang joki untuk pelarian keduanya.
Berjalannya waktu, Pengadilan Negeri Tangerang menggelar persidangan atas kasus tersebut. Dalam kasus ini ketiganya disangkakan dengan Pasal 340 KUHP yang semestinya menjerat terdakwa dengan hukuman berat.
Namun ironisnya saat sidang memasuki agenda putusan, Ketua Majelis Hakim Agus Iskandar hanya memutuskan terdakwa dengan kurungan hukuman 2 tahun 5 bulan penjara dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 4 tahun penjara.
Saat di konfirmasi Poskota, Miko mengaku akan terlebih dahulu melakukan pengecekan dan mengkonfirmasi pihaknya.
"Saya konfirmasi dulu ke internal KY, apakah ada laporan terkait dengan kasus ini atau tidak," tegasnya.
Menurut dia meskipun demikian dalam hal ini Komisi Yudisial tidak dapat menyimpulkan benar atau tidaknya putusan tersebut.
"Namun, prinsipnya KY tidak bisa menilai benar atau tidaknya pertimbangan atau penerapan hukum dari suatu putusan. Begitu juga, KY tidak bisa menilai terkait berat ringannya suatu pemidanaan," ujarnya.
Pihaknya mengaku hanya dapat melakukan pemeriksaan jika terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim.
"KY berwenang untuk memeriksa apabila ada dugaan yang cukup telah terjadi pelanggaran perilaku dari hakim," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan Poskota Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, S.H., M.H. Guru Besar dalam ilmu Hukum Pidana mengatakan hukuman dua tahun lima bulan yang diputuskan oleh Hakim Ketua Agus Iskandar tidaklah logis.
"Itu terlalu ringan," ujarnya saat dihubungi Poskota, Senin (14/2/2022).
Kata Andi Hamzah dalam putusan tersebut seharusnya Majelis Hakim melihat secara jernih duduk perkara. Apalagi kasus ini menyangkut Pasal 340 KUHP yang yang berbunyi: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lama dua puluh tahun.
"Pidana itu tidak ada damai, kasus pembunuhan tidak boleh ada damai," ujarnya.
Bahkan menurut Guru Besar Universitas Hassanudin dalam tuntutannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tangerang juga terlalu ringan.
"Tuntutan JPU juga ringan. Kalau 340 bisa seumur hidup bisa sampai hukuman mati," jelasnya.
Dia menanbahkan atas adanya kejadian ini diduga adanya upaya penyuapan yang terjadi. Dengan begitu pihak Komisi Yudisial perlu turun tangan melakukan pemeriksaan.
"Soal penyuapan itu yang harus dicari. Iyah KY harus turun tangan," tukasnya.
Informasi yang dihimpun Poskota melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung RI, tersehut tertuang dalam Putusan PN TANGERANG Nomor 1880/Pid.B/2021/PN Tng Tanggal 11 Januari 2022.
Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum yakni ADIB FACHRI DILLI,SH. Sementara Terdakwa H. Matum als HAJI Bin alm H. Maat. (Muhammad Iqbal)