Namun masalahnya, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, JKP itu payung hukumnya adalah UU Ciptaker.
“Apakah (aturan JKP) sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat? Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? "
Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan,” ungkap Saleh.
Saleh juga melihat bahwa kebijakan ini kurang sosialisasi. Artinya, kementerian ketenagakerjaan belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP. Kalau betul JKP ini bagus, tentu masyarakat akan mendukung.
Permenaker Nomor 2 Tahun 2020 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik. Diskusi publik itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja.
“Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa Permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar Permenaker ini dicabut. Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait,” tegas politisi PAN itu.. (*/win)