Kopi Pagi

Pelestarian Budaya dan Pariwisata

Kamis 06 Jan 2022, 08:10 WIB

"Jangan biarkan warisan budaya sebagai potensi bangsa bagaikan laskar tak berguna yang akan habis dimakan usia.." - Harmoko

Negara kita memiliki keunggulan sejati yang tidak dipunyai negara lain. Kekayaan akan warisan budaya (cultural heritage) seperti adat, tradisi, kesenian, pertunjukan, kerajinan dan keterampilan adalah fakta keunggulan bangsa kita yang dunia pun mengakuinya.

Setidaknya terdapat  9.770 karya budaya dengan beragam bentuknya, keunikannya, dan karakter khasnya tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik sebagai warisan budaya benda (Tangible Cultural Heritage) maupun warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage).

Mulai dari rencong dan tari Saman di Aceh hingga tari Sajojo dan Noken ( kerajinan dan kemahiran ) masyarakat di Papua. Mulai dari ondel – ondel, kerak telor hingga Tor – Tor. Dari jaipong, serimpi  hingga ludruk. Dari Sekaten, wayang hingga rendang dan rumah gadang. Dan, masih banyak lagi, belum warisan budaya benda yang sudah diakui dunia seperti Candi Borobudur, Prambanan dan Taman Nasional Ujung Kulon.

Data Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Riset dan Teknologi menyebutkan setiap daerah memiliki warisan budaya dengan ciri khasnya. Dari total nasional yang tercatat, di tahun 2020 sekitar 9.770 warisan budaya tersebar di semua daerah.

Jika dibagi rata dengan 514 jumlah kabupaten/kota se Indonesia, berarti masing – masing daerah terdapat 19 karya budaya atau warisan budaya daerahnya. Maknanya setiap daerah memiliki keunggulan budaya dengan ciri khasnya yang berbeda dengan daerah lainnya.

Ini yang tercatat secara resmi, saya meyakini masih banyak karya budaya yang belum tercatat, yang belum sepenuhnya dieksplor karena berbagai kendala, beragam persoalan teknis, kondisi alam dan lingkungan, juga keterbatasan akses, utamanya di daerah terpencil, yang notabene kaya akan warisan budaya.

Sementara kita tahu, warisan budaya daerah – sering disebut sebagai kearifan lokal memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan sektor pariwisata di daerahnya.

Tak sedikit daerah yang berhasil mengemas warisan budaya, memiliki lingkungan alam yang asri sebagai daerah tujuan wisata, dengan kemasan kekinian. Sebut saja “Kopi Klotok” yang tersebar luas di beberapa wilayah Yogyakarta.

Dengan memodifikasi lingkungan alam pedesaan yang begitu natural dilengkapi spot – spot apik dan unik, ditambah kuliner “kampung” yang penuh pesona mampu menjaring konsumen dari berbagai daerah dan mancanegara. Tak hanya remaja, dewasa dan orang tua. Tak hanya kalangan bisnis, artis, politikus, bos- bos BUMN, kalangan perbankan, cendekiawan dan wartawan, juga “calon presiden".

Menjadikan satu lokasi menjadi destinasi, tentu akan memberi nilai tambah, bukan hanya bagi pemda karena masuknya pendapatan daerah, juga masyarakat sekitar dengan tumbuhnya jasa transportasi, jasa makanan dan minuman, jasa pramuwisma, akomodasi, penyelenggaraan hiburan, festival, karnaval, promosi, pameran dan masih banyak lagi yang kesemuanya membangkitkan sektor UMKM.

Yang hendak saya sampaikan adalah dengan mengemas warisan budaya sedemikian rupa dapat menyokong kebangkitan sektor pariwisata yang dalam dua tahun terakhir ini anjlok hingga 80 persen karena pandemi.

Dengan melestarikan dan mengembangkan seni budaya dapat mendongkrak kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) maupun wisdom (wisatawan domestik) untuk menyokong  upaya pemulihan perekonomian negeri kita. Jika setiap daerah mampu mengembangkannya, peningkatan kesejahteraan rakyat, bukanlah sebuah fatamorgana.

Tanpa pengelolaan yang baik, warisan budaya sebagai keunggulan negeri, sebagai potensi bangsa akan teronggok bagaikan laskar tak berguna yang akan habis dimakan usia, seperti dikatakan Pak Harmoko, melalui kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Yang perlu dilakukan: Pertama,  merawat dan melestarikan warisan budaya yang sudah ada. Kedua, memajukan dan mengembangkan keunggulan alami menjadi keunggulan baru yang modern. Ketiga, menciptakan keunggulan baru sebagai hasil kreasi yang disesuaikan dengan eranya.

Mari kita peduli melestarikan warisan budaya sebagai potensi negeri. Jangan biarkan punah tergerus zaman yang selalu berubah. Mengagungkan budaya asing, sementara budaya negeri sendiri punah dibiarkannya.

Membiarkan warisan budaya punah , sama artinya menyia- nyiakan karunia Ilahi. 

Pitutur luhur mengajarkan janganlah melakukan perbuatan yang sia –sia. Hal yang bermakna dibiarkannya, yang ecek – ecek malah dilakukannya bagaikan “Nguyahi banyu segara” – melakukan perbuatan yang sia – sia belaka, tak berguna dan tanpa makna. (Azisoko)

Tags:
Kopi PagiKopi Pagi Hari Inipelestarian kebudayaanKopi pagi Harmoko

Administrator

Reporter

Administrator

Editor