Ilustrasi pelecehan seksual (Foto/freepik.com)

Opini

Indonesia Darurat Pelecehan Seksual?

Senin 13 Des 2021, 06:00 WIB

Oleh Triharyanti, Wartawan Poskota

PELECEHAN seksual yang menimpa kalangan wanita di tanah air belakangan ini makin marak, baik secara langsung maupun melalui media sosial (Social Media Harassament).

Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan selama pandemi Covid-19 hingga Oktober 2020 menunjukkan pengaduan didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yakni 61% atau 888 kasus dari total 1458 kasus.

Sedangkan angka kekerasan seksual di ranah siber mencapai 659 kasus. Kasus pelecehan seksual melalui media sosial baru-baru ini menimpa mahasiswi UNJ (Universitas Negeri Jakarta).

Oknum dosen UNJ berinisial DA diduga melakukan pelecehan seksual berupa sexting ke beberapa mahasiswi. Bahkan kabar tersebut viral di media sosial. Jenis pelecehan seksual yang dilakukan DA, yaitu jenis perilaku menggoda dalam pesan teks atau sexting.

Hal itu terlihat dalam unggahan tangkapan layar yang viral di media sosial misalnya, DA menulis kalimat seperti “I love u” atau “Mau kah km menikah dg saya.?” via pesan.

Umaimah Wahid, Ketua Suhanah Women and Youth Center (SWYC) Universitas Budi Luhur menyebut perbuatan itu adalah tindakan sengaja yang dianggap melanggar norma kesusilaan dan norma kesopanan lewat ranah sosial media yang diakses karena bantuan Internet yang bertujuan untuk memuaskan nafsu pribadi.

Kasus pelecehan yang menghebohkan belakangan ini adalah yang dilakukan seorang ustadz pimpinan pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 12 santriwati dilecehkan hingga 9 diantaranya sudah melahirkan, dan lainnya masih mengandung.

Walau informasi terakhir menyebutkan jika pelaku dan pondok pesantren yang dipimpinnya menganut ajaran syiah yang membenarkan pernikahan mut’ah, rasanya tidaklah adil memanfaatkan ajaran yang dianutnya untuk melegalkan perbuatan memuaskan napsu birahi.

Terlebih yang menjadi korban adalah murid-muridnya yang masih di bawah umur, sehingga harus kehilangan masa depannya.

Selain kasus itu, masih banyak kasus lainnya yang melecehkan perempuan, yang kebanyakan dilakukan orang terdekatnya, seperti oleh ayah kandung, paman, saudara dan pacar yang tega menjual kekasihnya lewat aplikasi michat.

Melihat kondisi seperti ini, mungkinkah bisa disebut ‘Indonesia darurat pelecehan perempuan’? Pemerintah melalui aparat hukum dan instansi terkait harus bertindak tegas. 

Tapi masyarakat, terutama orang tua juga harus waspada mengawasi putrinya juga memberikan bekal agama yang kuat, agar terhindar dari perbuatan asusila ini.

Pemberian hukuman kebiri bagi predator seksual di Indonesia sebenarnya sudah ada, namun tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic, kata Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel.

Reza mengusulkan agar para predator seksual ini dijatuhi hukuman mati. Mungkin usulan ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah untuk merevisi Undang-undang tentang pelecehan seksual pada anak dan perempuan.**

Tags:
Indonesia Darurat Pelecehan SeksualIndonesia Marak Pelecehan SeksualPelecehan Seksual di Lingkungan KampusMahasiswi UNJ Jadi Korban Pelecehan Seksual DosenOknum Guru Pesantren di Bandung Jadi Predator Seksual

Reporter

Administrator

Editor