SERANG, POSKOTA.CO.ID - Di rumah sederhana bertembok bata dan tanah liat berukuran sekitar 7X3 meter, Dahlia Fitrianingsih (23) tinggal bersama suami dan satu anaknya serta tiga adiknya Fani Handayani (20), M Sunandar (13) dan Siti Fatimah (11).
Rumah dengan dua kamar itu terlihat sangat jauh dari sederhana. Bahkan di setiap sudutnya, dinding-dindingnya sudah terlihat mengelupas termakan usia.
Ketika memasuki rumah sederhana ini, bukan keteduhan yang dirasakan, sinar matahari tetap masuk melalui celah-celah lubang dari atap genteng yang banyak berlubang.
Menurut Dahlia, kalau pada musim panas seperti ini dirinya tidak terlalu mengkhawatirkan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika musim penghujan tiba.
"Apalagi kalau hujannya malam, itu pasti nggak tidur semalaman," ujarnya.
Untuk mengurangi kebocoran saat tidur, dua kamar itu dipasangi plastik penyangga di atasnya. Kipas angin gantung menjadi satu-satunya benda berharga yang ada di kamar, tanpa lemari pakaian apalagi sampai lemari hias.
Pun dengan kondisi dii ruang tengah, tak ada barang-barang berharga yang ditemui, hanya dua sofa merah yang sudah lapuk. Bahkan hanya sebagian ruangan yang dipasangi keramik putih, sebagian yang lain sampai dapur masih beralaskan tanah.
"Pas hujan besar beberapa waktu yang lalu, tembok kamar mandi belakang sempat ambruk karena terdorong angin. Tapi alhamdulillah sekarang sudah bisa ditutup dengan triplek hasil swadaya keluarga orang tua," katanya.
Warisan Keluarga
Rumah yang ditempati Dahlia bersama keluarga serta adik-adiknya itu merupakan warisan dari keluarga besarnya di Lingkungan Tegal Asem, Kelurahan Banjar Agung, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.
"Surat-surat nya juga nggak ada. Makanya pas mau ada bantuan bedah rumah kemarin, nggak bisa dilanjutkan karena tidak ada surat-suratnya," katanya.
Video 'Dahlia Hidupi Ketiga Adiknya dengan Menjadi Buruh Cuci'. (youtube/poskota tv)
Sepeninggal ayahnya empat bulan silam, Dahlia harus bekerja ekstra memeras keringat untuk menghidupi ketiga adiknya yang tinggal satu rumah dengannya.
"Suami saya hanya kerja serabutan sebagai kuli, tidak mempunyai pendapatan yang tetap, sedangkan saya bekerja sebagai kuli cuci di satu rumah di kompleks sebelah kampung dengan upah Rp175.000 seminggu," katanya.
Dahlia mengaku, penghasilan dari dirinya dan suami juga kadang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk menutupinya ia kadang menghutang ke warung tetangga. Bahkan, tidak jarang pula ada tetangga yang memberinya makan.
"Yang penting mah ada beras, gas dan minyak. Kalau masalah lauk makannya mah apa aja seketemunya," ucapnya.
Selain itu ada kebutuhan listrik sekitar Rp50 ribu sebulan. Kebutuhan adik sekolah seperti buku dan lain sebagainya.
Hamil Muda
Adik kedua Dahlia, Fani baru dicerai suaminya, dalam kondisi hamil muda. Dengan memperhatikan kandungannya itu, sampai saat ini Fani belum bisa bekerja. Sedangkan Sunandar tinggal di panti asuhan sejak tiga bulan lalu, dan Fatimah masih sekolah di SD.
"Jadi Fani mau bekerja juga bingung, orang lagi hamil muda takut kenapa-kenapa dengan janinnya," ucapnya.
Sejak 2017, rumah warisan dari orang tuanya itu tidak pernah mendapat sentuhan perbaikan. Semuanya masih utuh seperti itu.
Namun selama masa pandemi ini, meskipun rumah Dahlia hanya berjarak sekitar tidak lebih dari 2 KM dari pusat Pemerintahan Kota Serang, dan sekitar 3 KM dari pusat pemerintahan Provinsi Banten, bantuan yang didapat oleh Dahlia hanya dari pemerintah pusat yang ditransfer langsung ke rekeningnya.
"Kalau dari Pemkot dan Pemprov belum pernah dapat. Terakhir itu dari Polsek Cipocok Jaya yang ngasih bantuan sembako. Alhamdulillah," ucapnya. (kontributor banten/luthfillah)