KEBAKARAN di Lapas Kelas I Tangerang pada Rabu dinihari (8/9/2021) pk.01:50 WIB yang merenggut 41 nyawa warga binaan, menghentak publik.
Bukan kali ini saja api meluluh lantakkan Lapas maupun Rutan (Rutan) di daerah-daerah di Indonesia.
Namun baru kali ini merenggut begitu banyak nyawa manusia.
Api berkobar dahsyat melalap bangunan Blok C2 yang dihuni 2.072 warga binaan.
Penyebab kebakaran masih diselidiki oleh Puslabfor Polri.
Informasi liar yang beredar lewat video di medsos, kebakaran diawali kericuhan di Lapas.
Tetapi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan kebakaran disebabkan korsleting.
Sejak bangunan Lapas berdiri pada tahun 1972, belum pernah ada perbaikan instalasi listrik.
Penyebab pasti kebakaran masih menunggu hasil penyelidikan.
Namun apa pun penyebabnya, sampai saat ini banyak catatan penting yang patut disoroti soal manajemen Lapas.
Sengkarut manajemen Lapas sejak dulu menjadi sorotan karena begitu kompleks.
Mulai dari over kapasitas yang menurut Menkum HAM mencapai 400 persen, hingga soal narkoba dan barang terlarang lainnya yang ditemukan ketika ada sidak.
Dugaan penyebab kebakaran berasal dari korslet lantaran instalasi listrik sudah tua dan kurang terawat, agaknya menambah deretan persoalan di Lapas.
Artinya, soal infrastruktur juga menjadi penyumbang sengkarut di Lapas. Bagaimana mungkin bangunan yang dihuni ribuan.
Masalah lainnya, ketersediaan safety fire atau alat pemadam kebakaran di Lapas menjadi pertanyaan.
Lapas dihuni oleh ribuan orang dan rawan kebakaran. Seharusnya safety fire wajib tersedia di tempat itu.
Upaya evakuasi juga dinilai lamban sehingga puluhan korban terjebak amukan api.
Deretan persoalan tersebut harus menjadi bahan evaluasi dan segera dicarikan solusi. Kita tentu tidak ingin insiden kebakaran di Lapas selalu terulang.
Dalam kasus ini, investigasi mendalam harus dilakukan untuk mengungkap penyebab kebakaran.
Apakah benar korsleting listrik, atau unsur kesengajaan alias sabotase.
PR lainnya adalah segera benahi sengkarut manajemen Lapas.
Karena warga binaan juga manusia yang memiliki HAM meski kebebasan mereka terenggut selama menjalani hukuman.
Mereka punya hak untuk diperlakukan manusiawi. **